Dimasa ketika ekonomi mengalami kesulitan, dalam persaingan global, dan ketika berbagai seni pertunjukan tradisional semakin terpuruk, pesona sinden-penari melalui pertunjukkan kliningan jaipongan telah memebrikan kontribusi bagi masyarakat Subang. Terutama di bidang ekonomi, sosial maupun budaya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa sinden-penari melalaui kliningan jaipongan telah menjadi faktor utama di dalam terciptanya industri seni dan telah mampu menciptakan pasar antara penjual (produser atau grup kliningan jaipongan), sponsor (penanggap), dan pengguna (bajidor, publik). Hal tersebut diungkapkan Endang Caturwati, SST., M.S saat menempuh Ujian Program Doktor dalam bidang Ilmu Humaniora pada hari Sabtu, 7 Januari 2006 di ruang Seminar Pascasarjana UGM.
Dalam makalah berjudul “Sinden-Penari Di Atas dan Di Luar Panggung: Kehidupan Sosial Buadaya Para Sinden-Penaro Kliningan Jaipongan Di Wilayah Subang Jawa Barat†lebih jauh dosen Seni Tari dan Seni Rupa Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ini mengemukakan, karena itu seni pertunjukan kliningan jaipongan telah menjadi milik masyarakat Subang serta merupakan identitas daerah, maka diperlukan adanya partisipasi pihak pemerintah untuk ikut mendukung perkembangan genre seni ini melalui berbagai pembinaan secara simultan. “Hal ini sangat diperlukan, mengingat para pendukung seni pertunjukan kliningan jaipongan yang rata-rata berpendidikan rendah, khususnya perempuan yang cenderung lebih berpikir praktis, ekonomis, dan materialistis tanpa mempertimbangkan dampak perubahan nilai yang sangat ‘kompleks’,†kata ibu 2 putra kelahiran Bandung, 25 Desember 1956 ini.
Pimpinan Hapsari Grup ini juga mengatakan, dari kondisi ini maka disarankan adanya beberapa pembenahan, baik dari lembaga terkait seperti Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Subang, maupun dari ‘tokoh perempuan’ yang mempunyai peran ‘mengayomi’ yaitu: Asosiasi Profesi (i) pembinaan ‘ke dalam’, antara lain mempertahankan mutu pertunjukan dengan adanya keteraturan dalam penyajian pertunjukan; (ii) pembinaan ‘ke luar’, yaitu mempertahankan kesejahteraan seniman antara lain adanya standar honor bagi tiap personal sesuai dengan kemampuan secara professional, komitmen bonus hasil saweran, koperasi berupa tabungan serta pinjaman mendadak para anggota; (iii) adanya ‘syarat profesionalisme’ yaitu adanya pendidikan pelatihan yang baku, penghargaan yang baku, kode etik profesi, serta organisasi profesi dengan anggaran dasar yang proporsional. Dalam Pengembangan Pengetahuan dan Kepribadian yaitu (i) pengetahuan umum; termasuk pentingnya pendidikan bagi anak; pentingnya pengetahuan hokum dan pengetahuan hak-hak perempuan; pentingnya wawsan kesehatan, khususnya dengan merambahnya suntikan silicon di bagian wajah dan tubuh; (ii) pengetahuan khusus; termasuk pentingnya memaknai nilai ajaran agama; pentingnya memahami nilai dan norma etika kehidupan di masyarakat, serta pentingnya menambah ketrampilan lain. “Oleh karena itu secara alami kondisi dan situasi selalu berubah. Tidak selamanya kehidupan menjadi sinden penari dan sinden-penyanyi akan menjadi mata pencaharian mereka,†jelas anggota Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MTSI). (Humas UGM)