Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono,M.Eng., D.Eng., bersama rombongan mengunjungi dua pos pengungsian untuk korban bencana gempa dan tsunami asal Palu, Sigi, dan Donggala, Sulteng, yang ditempatkan di Asrama Haji Makassar dan pondok pesantren modern IMMIM Putra Makassar, Sabtu (19/10). Dalam kunjungan tersebut, Rektor secara simbolis menyerahkan bantuan senilai Rp50 juta yang diberikan dalam bentuk barang bahan sembako.
Bantuan yang dibawa melalui dua mobil pick up ini, Rektor bersama pimpinan UGM lainnya tidak segan-segan turun langsung menurunkan barang bantuan tersebut ke lokasi gudang logistik pos pengungsian. Rektor membantu membawa karpet telur, dua wakil rektor lainnya Dr. Paripurna dan drg. Ika Dewi Ana, Ph.D., membantu membawa kotak mie instan sedangkan Direktur Pengabdian kepada Masyarakat, Prof. Irfan Priyambada, mengusung beras di atas bahunya, menurunkannya dari mobil menuju gudang.
Di Asrama Haji Makassar, Rektor berdialog langsung dengan pengungsi yang saat ini berjumlah kurang lebih 400 orang yang sebelumnya pernah mencapai 4.000 orang saat awal terjadinya bencana. "Beberapa sudah kita bantu pulangkan mereka ke Palu," kataYogi, koordinator relawan.
Di Asrama Haji, menurut Yogi, tidak semua pengungsi memilih pulang karena rumahnya yang hancur rata dengan tanah, bahkan ada yang belum berani pulang disebabkan masih trauma karena masih adanya gempa susulan dengan skala Richter lebih kecil.
Bagi pengungsi yang sudah pulang, kata Yogi, pihaknya tetap memberikan bantuan terkait kebutuhan apa saja yang masih diperlukan di tempatnya sekarang ini. "Kami kontak mereka terkait apa saja yang dibutuhkan, misalnya air mineral yang menurut mereka di sana masih sulit," katanya.
Anik (44 tahun) pengungsi asal Palu mengatakan dirinya masih memilih bertahan tinggal di pos pengungsian. Meski sekali kali ia menginap di rumah saudaranya yang ada di Makassar. "Kita mau pulang tapi katanya air susah dan masih terjadi gempa, kita masih was-was," ujar Anik yang menuturkan sehari hari membuka usaha salon di rumahnya.
Di pondok pesantren modern IMMIM Putra Makassar, terdapat 160 pengungsi yang masih bertahan. Di lokasi gedung pendidikan pesantren ini, selain menyerahkan bantuan, Rektor juga menemui keluarga pengungsi asal Palu yang anak dan suaminya mengalami patah tulang sehingga dilakukan operasi bedah di kota Makassar. "Anak saya yang bungsu dan bapaknya harus operasi kakinya patah," kata Ati Ningsih (55 tahun).
Ati Ningsih yang tinggal di sekitar perumahan Korpri di kota Palu mengaku tidak menyangka jika rumah yang mereka tempati harus mereka tinggalkan karena hancur rata dengan tanah. Ia mengaku beruntung semua keluarganya selamat meski anaknya yang bungsu, Dini Aminarti (14 tahun) dan sang suami Hashim (55 tahun) harus menjalani naik meja operasi untuk menyembuhkan cedera patah tulang kaki. (Humas UGM/Gusti Grehenson)