
Fakultas Geografi UGM menyelenggarakan konferensi internasional yang bertajuk Manajamen Sumber Daya Lingkungan di tingkat Global yang berlangsung di University Club UGM, 22-23 Oktober. Konferensi ini diikuti ratusan tim peneliti dari dalam dan luar negeri diantaranya peneliti dari Taiwan, Belanda, Singapura dan dari beberapa negara Eropa lainnya. Beberapa peneliti dalam pemaparannya menyampaikan pengelolaan sumber daya di lingkungan yang mengalami penurunan kualitasnya akibat proses konversi lahan, pertambahan jumlah penduduk dan aktivitas manusia dalam mengelola alam yang tidak mengedepankan konsep pembangunan berkelanjutan.
Peneliti Hidrologi dari Fakultas Geografi UGM, Prof. Dr. Sudarmadji., M.EngSc., menyoroti kelangkaan air yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Menurutnya, meski sumber saya air terbarukan bukan berarti hal itu tidak terbatas. Ia membagi tiga persoalan sumber daya air, yakni kelangkaan air apabila jumlahnya sedikit, terlalu banyak air yang menyebabkan bencana banjir atau kondisi air yang sangat kotor akibat pembuangan sampah atau limbah secara sembarangan. “Kasus kelangkaan air disebabkan pertambahan jumlah penduduk, lalu konversi lahan menyebabkan jumlah air tanah mengalami penurunan, serta aktivitas manusia dalam bidang pertanian, industri dan pariwisata,” katanya.
Namun demikian, imbuhnya, persoalan manajemen sumber daya air juga disebabkan faktor alam seperti perubahan iklim global yang menyebabkan durasi musim hujan dan kekeringan yang tidak menentu, “Kondisi perubahan iklim menyebabkan perubahan sumber daya air,” katanya.
Meski penduduk dunia dihadapkan pada persoalan kelangkaan air bersih, kekeringan dan bencana banjir, namun strategi dalam mengelola sumber daya air sangat penting. Salah satunya kearifan lokal masyarakat di daerah pedesaan yang masih menjaga sumber mata air. “Di pedesaan masih banyak yang menjaga mata air, bahkan ada yang menjadikan mata air sebagai tempat yang dikeramatkan, hal itu merupakan kearifan lokal daerah,” katanya.
Menjaga sumber mata air, menurutnya, salah satu cara untuk mempertahankan sumber saya air untuk tetap selalu ada dan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat untuk aktivitas dan konsumsi.
Peneliti dari National Taiwan Normal University, Taiwan, Prof. Tsung Yu Lee, memaparkan soal perubahan iklim yang menyebabkan perubahan jumlah kadar air hujan yang meningkat sehingga berdampak terjadinya bencana longsor atau angin topan seperti yang terjadi di Taiwan. Ia menyebutkan dalam dua tahun terjadi terjadi peningkatan intensitas kadar curah air hujan yang meningkat hingga mencapai 20 persen dengan jumlah curah hujan rata-rata 3000 mm per tahun. “Dengan curah hujan 600 mm saja bisa longsor apalagi sampai 3.000 mm sering menyebabkan bencana angin Topan,” katanya
Ia berpendapat dengan tingginya jumlah curah air hujan sudah saatnya negara yang curah hujannya cukup tinggi bisa mengembangkan infrastruktur untuk mengelola air hujan sebagai sumber kebutuhan air yang bisa dialiri melalui keran air di setiap rumah-rumah penduduk. (Humas UGM/Gusti Grehenson)