Mencermati perkembangan fenomena badai tropis Daryl yang saat ini masih terjadi di bagian barat Australia, maka Indonesia sangat perlu untuk mengantisipasi dampak yang lebih serius akibat kejadian badai tersebut. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Sudibyakto dalam jumpa pers di Press Room UGM (23/01/06).
Menurut Pakar Manajemen Bencana Pusat Studi Bencana Alam UGM ini, dampak dari badai Tropis yang lahir di Australia Bagian Barat Daya menurut saya, masih berlangsung beberapa hari ini. Karena kalau melihat dari citra satelit, kebetulan LAPAN dan BMG tidak menyediakan ini. Saya mencoba di Australia dan kalau tidak salah bekerjasama dengan University of Winkonsin Amerika Serikat yang menunjukkan perkembangan badai ini ada di Pantai Barat Australia.
“Maka kalau itu pusat badainya ada disini maka angin dengan kecepatan 200 km/jam itu akan terjadi di sini (Australia). Oleh karena, pusat tekanan udara rendah, maka semua awan kebetulan Indonesia sedang musim hujan sehingga awan-awan yang ada di sekitar pulau jawa, bali dan dinusa tenggara ini terpengaruh oleh badai itu”, kata pak Sudibyakto.
Lebih jauh dosen Geografi UGM mengemukakan, pengaruh badai Tropis tersebut, ya awan tersedot oleh pusat badai. Sehingga awan yang terbentuk disini akan jatuh turun hujan sepanjang pantai selatan dan kecepatan disertai angin yang sangat kencang. Kecepatan angin kalau jarak sekitar 700 km dari pusat badai ini mencapai 100 sampai 115 km/jam jadi cukup besar juga.
“Kalau intensitas hujan itu jauh lebih besar dibanding dengan kemampuan tanah untuk meresap yang disebut dengan kapasitas infiltrasi maka akan terjadi limpasan air permukaan (surface runoff) yang sangat tinggi. Permukaan air sangat tinggi kalau (DAS) daerah aliran sungai kita itu kondisi hidrologinya sangat tinggi (super kritis) bahkan ada 62 DAS Super Kritis itu begitu hujan langsung jadi aliran sekitar 70-80% itu ada di Jawa. Jadi das-das super kritis itu kebanyakan terjadi di Jawa, selain di Sumatera, Sulawesi dan Irian”, terang pak Sudibyakto.
Untuk itu yang perlu diperhatikan, lanjut pak Sudibyakto, yaitu bagaimana kesiapan pemerintah, masyarakat pada daerah-daerah yang terkena bencana. Karena kota-kota itu biasanya ada di lereng pegunungan, bahkan kemarin waktu di Jember itu Bondowoso, Situbondo, Gresik, Tuban itu juga. Berarti yang lebih banyak terkena pengaruhnya itu di NTB, NTT yaitu tanda yang merah-merah itu kan menujukkan bahwa intensitas hujannya sangat tinggi, disbanding yang lain, kemudian ini bergerak. Ini menurut pengamatan.
“Sebetulnya kita sudah menerbitkan buku tentang mitigasi bencana alam badai ini beberapa tahun lalu, cuma sosialisasinya kurang. Disini ada pengertian badai itu apa, factor terjadinya badai itu bagaimana, dan mengenali karakteristik, kemudian mengenali dampak, apa yang dilakukan sebelum, pada saat terjadi, dan setelahnya”, ungkap pak Sudibyakto.
Manajer Program M.Sc Internasional “Geoginformations for Disaster Manajement” Program Pascasarjana UGM-ITC Belanda juga mengemukakan potensi badai tropis ini sudah terjadi beberapa hari ini. Lihat perkembangan dulu, apabila nanti sudah mendekati daratan Australia maka itu akan hilang dan melemah. Kalau kecepatan dari sini mungkin 3 hari kedepan. Karena kecepatan berdasarkan jarak dan waktu tempuh sudah kita perkirakan. Jadi daerah-daerah yang terkena badai itu adalah daerah Pantai Selatan.
“Saya kira baik sekali dengan adanya peringatan dini seperti ini. Karena berarti kita peduli dengan hal ini, supaya sudah siap sebelumnya. Meskipun tidak terjadi, ya kita bersyukurlah. Kalau kemungkinan adanya badai tropis ini sudah terjadi, kemudian hanya hanya melemah saja. Tapi kita ikuti saja day to day-nya”, harap pak Sudibyakto. (Humas UGM)