Permasalahan narkoba saat ini dinilai bukan sekadar masalah bisnis keuntungan semata, namun sebagai bentuk penjajahan model baru. Jika dulu di masa perjuangan musuhnya jelas Belanda atau Jepang, namun dengan narkoba saat ini tidak tidak ketahuan musuhnya.
“Harus dipahami ini merupakan penjajahan model baru. Narkoba sebagai penjajah model baru, penjajah tanpa wajah,” ujar Sudirman, S.Ag., M.Si, Kasubdit Kemasyarakatan dan Pendidikan BNN RI, di Griya Persada Kaliurang, Sleman, Sabtu (27/10) pada workshop Kader Anti Napza UGM 2018 bertema Napza dan Kehidupan Kampus.
Menurut Sudirman wajar menilai narkoba sebagai penjajah model baru karena Indonesia sekarang memiliki bonus demografi mengingat pada tahun 2025 – 2045 usia produktif lebih banyak dibanding usia tidak produktif. Menurutnya, ini merupakan kekuatan luar biasa yang dimiliki bangsa.
“Apakah negara lain suka kalau kita maju, tentunya tidak. Karena kekayaan kita banyak dan ini sangat ditakuti kalau Indonesia maju,” ujarnya.
Menurut Sudirman para sindikat narkoba terus mengicar Indonesia agar tetap atau berada di posisi bawah dan bisa dijadikan sebagai sarang narkoba. Dengan demikian mereka berharap bisa mengambil kekayaan Indonesia.
Sudirman menyebut narkoba jenis sabu di tahun 2016 yang berhasil tertangkap operasi sebanyak 1 ton. Di tahun 2017 jumlah tangkapan operasi meningkat sebanyak 7,8 ton.
“Padahal, kita tahu di tahun 2017, narkoba yang masuk ke Indonesia sebanyak 200 ton, lantas sisa dari 7,8 ton yang berhasil ditangkap kemana? Tentunya dinikmati para para pecandu, dan artinya di Indonesia pecandunya banyak,” terang Sudirman.
Sudirman menambahkan modus narkoba terus berevolusi. Evolusi dari yang kecil hingga besar dan terus berubah termasuk jenisnya.
Di Cina saat ini terdapat 800 jenis narkoba, sedangkan di Amerika terdapat 1.000 lebih disamping kokain, sabu, ekstasi, ganja dan opium. Sementara yang masuk ke Indonesia sebanyak 76 jenis.
“Di sinilah salah satu peran yang bisa dilakukan Raja Bandar UGM. Sebagai penjajah model baru, kalau tidak sesegera memerangi sindikat narkoba, kasihan generasi ke depan. Jangan sampai kekayaan alam pindah ke negara lain. Saya yakin para mahasiswa UGM di Raja Bandar punya medsos maka bermainlah pencegahan disana dengan tulisan-tulisan yang tajam,” imbuhnya.
AKP. Endang Sulistyandini, SP.d, Kaur Anev Ditresnarkoba, Polda DIY, menyatakan narkoba sangat banyak berkaitan dengan tindak pidana yang lain. Pecandu narkoba ibarat ATM-nya para pengedar sehingga bisnis di bidang ini dinilai sangat menjanjikan.
Menurut Endang narkoba seperti pohon, ada akar dan akar itu namanya narkotika dan psikotropika dan bahan-bahan berbahaya lainnya. Biasanya yang terjerat narkoba akan menimbukan kejahatan-kejahatan pidana yang lain yang bersangkutan dengan UU yang lain.
“Ketika sakauw dan butuh maka pecandu bisa berganti peran dan ia akan melakukan apa saja asal bisa memenuhi kebutuhannya. Bisa mencuri, menipu dan lain-lain,” katanya.
Dalam workshop ini juga dilakukan serah terima kepengurusan Raja Bandar UGM dari pengurus lama I Kadek Sudarsana kepada pengurus baru Rahmayani. Acara diramaikan pula dengan deklarasi anti narkoba oleh para peserta. (Humas UGM/ Agung)