Tidak pernah ada yang sia-sia dari setiap perjuangan orang tua membesarkan anak-anaknya. Seperti yang dilakukan oleh pasangan Teguh Tuparman (56) dan Sri Retnanik (54) asal Turi, Sleman, Yogyakarta ini.
Meskipun di tengah keterbatasan, Teguh yang sehari-hari bekerja sebagai anggota satuan keamanan UGM ini tak pantang menyerah untuk mengupayakan yang terbaik bagi anak-anaknya. Usaha dan kerja keras yang dilakukan selama puluhan tahun dalam mendidik, empat anak perempuannya telah membuahkan hasil yang gemilang.
Dia berhasil menghantarkan keempat putrinya menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Tiga diantaranya telah menyelesaikan pendidikan tinggi di UGM dan UNY. Bahkan, putri sulungnya berhasil menyandang gelar doktor dari UGM belum lama ini melalui program beasiswa dari pemerintah.
Kegigihan Teguh dalam membesarkan anak-anaknya ini pun menghantarkannya meraih penghargaan Keluarga Hebat dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Mereka dinilai sukses menjalankan fungsi dan perannya dalam mendidik, mengasuh, serta membimbing anak-anaknya. Selain Teguh ada sembilan keluarga lain yang mendapatkan penghargaan ini.
Teguh ingat betul bagaimana perjuangannya membesarkan empat anak bukanlah hal yang mudah. Terlebih dengan kondisi perekonomian yang terbilang pas-pasan. Sebagai satu-satunya tulang punggung keluarga dia menolak menyerah pada keterbatasan agar keempat anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan setinggi-tingginya.
“Saya ingin anak-anak bisa sekolah tinggi, tidak seperti saya yang hanya lulusan SMP,” katanya, Rabu (31/10) saat ditemui disela-sela tugasnya menjaga keamanan kampus UGM.
Dia yakin lewat pendidikan bisa menghantarkan anak-anaknya menjadi orang hebat dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Karenanya segala cara dia tempuh untuk mewujudkan hal tersebut.
“Saya mendukung anak-anak untuk sekolah yang tinggi, bagaimanapun caranya mengusahakan agar mereka bisa kuliah sampai sarjana,” jelasnya.
Penghasilan sebagai satpam kampus hanya pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Ditambah lagi untuk membiayai kuliah dan sekolah anak-anaknya. Untuk itu dia mengambil kerja sambilan untuk memperoleh pendapatan tambahan.
Saat sedang tidak bertugas menjaga keamanan kampus, dia menjadi sopir bus kota di Yogyakarta. Tak hanya itu, dia pun mengambil tugas sebagai penjaga gedung pada sebuah fasilitas kesehatan kampus.
“Dulu saat anak-anak masih sekolah semua saya menjalani semua pekerjaan, pernah jadi sopir bus kota dan penjaga,” kisahnya.
Terlepas dari semua keterbatasan itu Teguh bersyukur anak-anaknya bisa memahami kondisi keluarga. Semua anak-anaknya tidak pernah menutut lebih padanya. Mereka turut berjuang untuk bisa menyelesaikan pendidikan dengan sebaik-baiknya.
“Saya selalu pesan pada anak-anak untuk hidup sederhana dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan,” tuturnya.
Teguh tidak pernah mengeluh akan kehidupannya. Apa yang dilalui membuatnya sadar bahwa semua hal bisa dicapai jika dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dia justru merasa bangga meskipun dalam kondisi terbatas mampu menghantarkan puteri-puterinya mengenyam bangku perguruan tinggi. Kini putri sulungnya telah menjadi dosen di Universitas Andalas, yang kedua membuka bisnis, dan yang ketiga bekerja di penerbitan.
“Bangga rasanya, meskipun saya ini orang biasa yang hanya lulusan SMP dan isteri tidak pernah sekolah bisa menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi,” ungkapnya.
Tak lupa dia pun berpesan pada para orang tua untuk sabar dan telaten dalam mendidik dan mengasuh anaknya.
“Usahakan pendidikan anak karena pendidikan bisa mengubah jalan hidup menjadi lebih baik,” katanya. (Humas UGM/Ika)