Bukan dengan kesedihan dan tangisan, Departemen Sosiologi Fisipol UGM mengenang kepergian koleganya Dana Zakaria Hasibuan. Departemen Sosiologi justru memilih menggagas ulang pemikiran Dana Zakaria Hasibuan, sosok pengajar yang kritis dan senantiasa menjadikan pemuda sebagai subjek perubahan.
“Kesedihan masih terasa ketika melihat gambaran dari mas Dana, tentu pingin nangis, tapi saya kira di kesempatan yang baik ini kita ingin mengenangnya dengan cara yang berbeda,” ujar Dr. Wawan Mas’udi, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, di Fisipol UGM, Rabu (31/10) saat acara Menggagas Ulang Formasi Subjek Intelektual Yang Kritis dan Emansipatoris, Tribute Our Beloved Colleque Dana Zakaria Hasibuan and Public Discussion.
Wawan menuturkan Dana adalah pengajar yang selalu gelisah dengan sekitarnya. Banyak hal yang selalu didiskusikannya mulai dari kegelisahan terkait perkembangan di Indonesia dan dunia global. Selain itu, juga soal pragmatisme yang luar biasa dan tekanan ideologi pasar yang sangat luar biasa.
Termasuk di dalamnya tradisi intelektual yang saat itu sedang dalam berbagai tekanan dan berbagai perkembangan. Salah satu keinginan yang digagas Dana adalah membuat lingkar studi yang bersifat informal.
“Sebuah lingkar studi yang memungkinkan sharing gagasan dari yang bersifat sederhana dan kira-kira untuk membentuk kembali sebuah tradisi intelektual kritis dan emansipatoris di tengah semakin menguatnya berbagai macam bentuk kodifikasi keilmuan,” katanya.
Dr. Arie Sujito, M.Si, Ketua Departemen Sosiologi, Fisipol UGM, sepakat mengenang Dana bukan dengan kesedihan. Merenungkan dan merefleksi adalah salah satu cara mengenang Dana karena ada banyak ide dan peran yang sudah dilakukan.
“Kita masih punya pekerjaan rumah besar dan saya mengenal Dana karena dulu mahasiswa saya. Dia adalah aktivis dan selalu menjadikan pemuda sebagai subjek perubahan. Dia memiliki kampus sendiri yaitu di kantin dan disana muncul ide-ide,” kata Arie.
Arie meyakini sosiolog itu dilahirkan untuk selalu resah pada peradaban. Sosiolog bukan memapankan realitas tapi mempersoalkan realitas dengan memunculkan gagasan-gagasan yang tidak dipikirkan orang.
“Kampus membutuhkan ide-ide untuk mewarnai akademik kampus. UGM sudah dikontruksi untuk ide-ide semacam itu, dan anak muda menjadi subjek yang aktif dan kritis. Dana selalu membikin forum-forum mengajak anak-anak muda menjadi mentoring skripsi dan thesis dan ada keinginannya yaitu membangun perpustakaan kampung di Gunung Kidul,” ungkapnya. (Humas UGM/ Agung)