
Center for Digital Society (CfDS) FISIPOL UGM menyelenggarakan CEOTalk bersama Presiden Direktur Microsoft, Haris Izmee, pada Selasa (6/11).
Mengangkat tema “Cybersecurity in Indonesia: Are We Ready for It?” acara ini dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan mengenai keamanan siber dan bagaimana cara mempersiapkan diri di era komputasi awan.
“Setiap perusahaan adalah perusahaan software,” kata Hariz Izmee mengutip Satya Nadella, Global CEO Microsoft.
Haris menyatakan masa depan akan dipegang oleh mereka yang mampu untuk menjawab tantangan digital. Ia menilai setiap hal dalam aspek kehidupan akan mengalami digitalisasi atau disrupsi oleh Revolusi Industri 4.0.
Pemerintah, terangnya, mencanangkan Making Indonesia 4.0 yang bertujuan menghasilkan kualitas output yang lebih tinggi di sektor industri dengan integrasi antara konektivitas dan teknologi informasi komunikasi.
“Dalam 10 Prioritas Nasional Making Indonesia 4.0 terdapat beberapa layer, diantaranya wearable tech, advanced robotics, 3D printing, Artificial Intelligence , dan Internet of Things,” papar Haris.
Menyadari pentingnya digitalisasi dalam aspek kehidupan, pemerintah dan korporasi sepakat bahwa transformasi digital merupakan prioritas utama. Sembilan puluh persen dari mereka mengakui bahwa berpikir dan bertindak seperti bisnis digital merupakan kunci penting bagi pertumbuhan di masa depan, sedangkan 27% pemimpin bisnis memiliki strategi transformasi digital yang direncanakan dengan matang.
Digitalisasi akan berpengaruh pada aspek bisnis dan ekonomi secara luas, baik itu ke negara, pemerintah, organisasi bisnis dan masyarakat. Data menunjukkan pada 2017 produk atau layanan digital menyumbang 4% dari PDB Indonesia dan pada 2021 diperkirakan akan meningkat menjadi 40%. Tentunya hal ini merupakan potensi besar.
Tingginya angka digitalisasi ternyata juga membawa dampak negatif. Sebanyak 49% organisasi di Indonesia pernah mengalami serangan serangan siber yang merugikan Indonesia sebesar US$ 43,2 miliar atau 3,7% dari total PDB Indonesia menurut data Frost & Sullivan.
Bagi Indonesia, taktik dan strategi keamanan siber yang efektif sangat diperlukan sebab Indonesia menjadi negara nomor 3 yang paling rentan terhadap malware. Baik individu maupun organisasi dapat memulai kesadaran akan keamanan siber. Keamanan siber harus menjadi bagian dari perencanaan transformasi digital Indonesia
Menghadapi era Revolusi Industri 4.0 masyarakat harus dapat memahami dinamika yang muncul dan mempersiapkan diri untuk perubahan yang akan terjadi ke depannya. Salah satu contoh perubahan drastis yang terjadi sekarang adalah ketergantungan kita terhadap teknologi internet.
Internet menjadi sarana untuk berkomunikasi dan memenuhi beragam kebutuhan seharihari, di antaranya Cloud Computing sebagai media penyimpanan data. Namun, perlu diingat bahwa akhir-akhir ini marak terjadi serangan siber serta adanya penyalahgunaan data.
Mewujudkan kesadaran akan keamanan siber dapat dimulai dari diri sendiri. Hal yang paling sederhana adalah dengan memahami pemanfaatan Internet of Things di sekitar untuk menjamin keamanan dari data dan privasi di dunia maya. Contohnya adalah dengan secara rutin mengganti kata sandi akun email dan media sosial serta memanfaatkan software yang resmi. (Humas UGM/Gloria)