Memperkuat perguruan tinggi sebagai katalisator pembangunan industri digital melalui riset dan teknologi merupakan upaya yang perlu dilakukan menghadapi revolusi industri 4.0.
“Penting untuk membangun perguruan tinggi sebagai katalisator pembangunan industri digital melalui pendidikan, penelitian, dan inovasi,” kata Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Prof. Sofian Effendi, dalam Seminar Nasional Tantangan Penelitian Menghadapi Industrialisasi 4.0, Selasa (27/11) di Sekolah Pascasarjana UGM.
Dalam seminar yang diselenggarakan AIPI bekerja sama dengan Sekolah Pascasarjana UGM ini, Sofian mengatakan sebagai pemula di era revolusi industri 4.0, Indonesia merupakan negara dengan basis industri digital yang masih terbatas. Tak hanya itu, Indonesia juga masih menghadapi risiko gagal dalam pembangunan industri tersebut.
“Indonesia baru sekelas dengan Kamboja dan Vietnam yang masuk sebagai negara pemula dalam pengembangan industri berbasis digital. Sementara Singapura dan Malaysia menjadi leader karena memiliki industri kuat yang memiliki kesiapan menghadapai risiko dalam pengembangan teknologi baru,” paparnya, Selasa (27/11) di Sekolah Pascasarjana UGM.
Oleh sebab itu, upaya memperkuat perguruan tinggi sebagai katalisator pembangunan industri digital melalui riset dan teknologi penting dilakukan. Langkah lain dengan meningkatkan relevansi keterampilan yang diajarkan dengan yang diperlukan dalam pengembangan industri 4.0.
Disamping itu, membangun sekolah pascasarjana sebagai unit pelaksana akademi yang multidisiplin dan meningkatkan daya tampung perguruan tinggi diikuti reformasi kurikulum dan penilaian kinerja dosen.
“Penurunan beban administrasi dosen dan pimpinan perguruan tinggi juga perlu dilakukan,” kata Guru Besar FISIPOL UGM ini.
Menurut Sofian, beban kerja mengajar dosen yang besar menjadi salah satu faktor penghambat penelitian di perguruan tinggi. Untuk itu, penurunan beban mengajar yang besar perlu dilaksanakan agar jumlah dan kualitas penelitian Indonesia dapat meningkat sehingga akan meningkatkan daya saing bangsa menghadapi revolusi industri 4.0.
Sementara Dirjen Penguatan Dan Inovasi Kemenristekdikti, Dr. Ir. Jumain Appe, Msi., menyampaikan bahwa paradigma tridarma perguruan tinggi harus diselaraskan dengan era industri 4.0. Perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan perlu mengharmonisasikan berbagai hasil riset pengembangan dan penerapan teknologi melalui lembaga manajemen inovasi.
Jumain menyebutkan kinerja lembaga manajemen inovasi wajib digunakan sebagai indikator dalam penilaian akreditasi. Selain itu, dalam pemeringkatan perguruan tinggi atau lembaga litbang.
Menurutnya, kinerja lembaga manajemen inovasi menjadi pertimbangan dalam kebijakan intensif dan penghargaan terkait dengan prestasi perguruan tinggi atau lembaga litbang.
“Perguruan tinggi wajib melaksanakan inovasi produk melalui inkubasi dan pembelajaran berbasis industri,”tuturnya.
Guru Besar Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM, Prof. Ir. Achmad Djunaedi, MURP., Ph.D., dalam kesempatan itu memamparkan tentang peranan perguruan tinggi dalam pengembangan smart city. Menurutnya, perguruan tinggi dapat berkontribusi dalam mendukung pengembangan smart city melalu beberapa cara. Beberapa diantaranya seperti pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan sumber daya manusia, serta pengembangan smart city living labs. (Humas UGM/Ika)