
Korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia terbilang masih tinggi. Setiap tahun sebanyak 30.569 korban yang meninggal dunia akibat kecelakaan. Korban yang paling banyak meninggal dunia umumnya anak muda yang masih usia produktif 15-29 tahun karena tidak menjaga keselamatan saat berkendara. “Setiap satu jam sekitar 3-4 orang meninggal dunia karena kecelakaan,” kata Ketua Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD), Suharto, A.TD., M.M., dalam Talkshow yang bertajuk Cegah Pelanggaran Lalu-Lintas di Auditorium MM UGM, Selasa (27/11).
Suharto menyebutkan faktor penyebab kecelakaan lalu lintas akibat perilaku berkendara yang tidak menjaga keamanan dan keselamatan selama berada di jalan raya. “Sekitar 78 persen disebabkan faktor perilaku dan sisanya soal sarana dan prasarana,” katanya.
Ia juga mengaku prihatin jika banyak anak muda yang menjadi korban akibat kecelakaan. Padahal, mereka adalah aset bangsa dan calon-calon pemimpin masa depan,”Yang paling banyak terjadi di usia produktif, bisa jadi yang meninggal tadi calon pemimpin, kita harus berkontribusi aktif menekan angka kecelakaan ini,” katanya.
Ia menyarankan kepada orang tua untuk tidak mudah menyerahkan kendaraan roda dua bagi anaknya yang masih duduk di bangku sekolah SD atau SMP. Menurutnya , anak-anak di usia tersebut riskan jadi korban kecelakaan karena minimnya wawasan soal keselamatan dan keamanan berlalu-lintas. “Memberikan motor pada anak yang masih SMP sama saja menyiapkan kain kafan bagi anaknya,” katanya.
Selain permisifnya orang tua memberikan kendaraan, semakin banyak anak berkendara ke sekolah disebabkan tidak adanya fasilitas angkutan umum yang bisa mengantar mereka ke sekolah. “Kenapa anak banyak menggunakan motor karena tidak ada angkutan umum,” katanya.
Direktur Direktorat Lalu Lintas (Dirlantas) Polda DIY, Kombes Pol Latif Usman, mengatakan ada tujuh faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, yakni berkendara dengan kecepatan tinggi, pengendara masih di bawah umur, melawan arus, penggunaan telepon genggam, tidak menggunakan helm, posisi mabuk, serta tidak menggunakan sabuk keselamatan.
Ia menyebutkan angka kecelakaan di DIY tahun 2016 lalu sebanyak 463 orang meninggal dunia, lalu di tahun 2017 turun menjadi 442 orang meningal dunia. “Hingga pertengahan November ini 373 orang meninggal dunia,” katanya.
Pihaknya terus berusaha menekan angka kecelakaan lalu lintas di DIY. Salah usaha tersebut dengan menempatkan polantas di setiap TK dan sekolah pada saat jam berangkat sekolah. “Kita memiliki program satu sekolah dua polantas dan menginisiasi berdirinya kampung tertib lalu lintas,” katanya.
Pemerhati keselamatan berlalu lintas dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM, Prof. Sigit Priyanto, mengatakan pihaknya tengah melaksanakan program kampanye keselamatan lalu lintas anak di DIY melalui kerja sama UGM dan Gachon University. Program ini diprioritaskan pada kelompok anak-anak dan orang tua untuk melakukan kunjungan rutin ke sekolah, “Kita ingin menekan jumlah kecelakaan anak di DIY sebagai studi kasus sehingga nantinya bisa dikembangkan di seluruh Indonesia,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)