Sebanyak 63 hasil riset dosen dan mahasiswa dipresentasikan dalam kegiatan Research Day FISIPOL UGM pada 26-28 November 2018. Melalui acara ini, para peneliti berkesempatan untuk mendiseminasikan hasil penelitian yang mereka lakukan melalui hibah riset FISIPOL dan membuka ruang diskusi dengan publik.
Presentasi ini dibagi ke dalam beberapa kelompok penelitian, mulai dari Hibah Mahasiswa S1, Hibah Mahasiswa S2, Hibah Mahasiswa S3, Hibah Kelompok Mahasiswa, Hibah Kolaboratif Antar Fakultas, Hibah Kolaboratif Triple Helix, Hibah Kolaboratif Internasional, Hibah Hilirisasi Output Penelitian Advokasi Kebijakan dan Hibah Hilirisasi Output Penelitian Pengabdian Masyarakat.
Salah satu riset yang dipresentasikan adalah riset berjudul “Financing the Local: Pembiayaan Politik oleh Kandidat dalam Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia” yang dilakukan Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan, Dr.rer.pol. Mada Sukmajati, dkk. dalam hibah kolaboratif lintas fakultas. Dalam penelitiannya ia mencoba menelisik lebih lanjut bagaimana pembiayaan para calon kepala daerah dalam rangka memobilisasi dukungan di Pilkada.
“Ide dasar penelitian ini berawal dari fenomena mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan kepala daerah dan fenomena maraknya kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi,” ujarnya dalam sesi presentasi pada Rabu (28/11) di Ruang Seminar Timur FISIPOL.
Narasi tentang mahalnya biaya politik yang menjadi salah satu faktor maraknya korupsi politik, ujarnya, bertebaran di berbagai media dan bahkan disampaikan oleh lembaga-lembaga yang kredibel. Ia menyebutkan pernyataan dari Kemendagri bahwa calon kepala daerah membutuhkan dana 20 sampai dengan 100 miliar untuk memenangi Pilkada.
Meski demikian, menurutnya, belum ada riset yang secara khusus mengupas fenomena ini untuk kemudian dipublikasikan kepada masyarakat.
“Meski ada asumsi sana-sini, ada indikasi-indikasi, tapi ini harus ada yang meriset sehingga asumsi itu bisa dibuktikan,” ucap Mada.
Ia bersama tim memfokuskan penelitian terhadap kandidat dalam Pilkada di Kota dan Kabupaten Madiun pada 3 aspek, yaitu pertama dari mana dan berapa sumber pendanaan, untuk apa dana tersebut dibelanjakan, serta bagaimana mekanisme pengelolaan pembiayaan.
Pada data penerimaan masing-masing calon, ia menemukan bahwa penerimaan dana paling banyak bersumber dari calon itu sendiri, sementara kontribusi partai dan publik dalam hal ini masih rendah. Sedangkan dalam dimensi pengeluaran, dua alokasi terbesar para kandidat adalah untuk proses pencalonan dengan berbagai modelnya serta untuk pembelian suara.
“Pengeluaran informal sebagian besar digunakan untuk politik uang. Di Kota Madiun, nominal pembelian suara berkisar di angka Rp50.000 – Rp150.000, sementara di Kabupaten Madiun mulai dari Rp25.000 – Rp50.000,” terangnya.
Hasil penelitian ini, ujarnya, diharapkan dapat memberikan dorongan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian serupa di daerah-daerah lain untuk mengungkap praktik-praktik bermasalah yang mengganggu proses demokrasi di Indonesia serta menjadi bahan kajian untuk perbaikan kebijakan terkait pemilu di Indonesia.
Dalam sesi yang sama, dipresentasikan 2 riset yang juga dilakukan oleh peneliti lintas fakultas, yaitu riset berjudul “Virtual Citizen dan Konstruksi Publicness” oleh Dr. Subando Agus Margono, dkk, serta riset “Pluralitas Memori Digital tentang 1965: Melacak Titik Konsensus) oleh Dr. Hakimul Ikhwan, dkk. (Humas UGM/Gloria)