Dharma Wanita Persatuan (DWP) UGM gelar Festival Batik pada 1-2 Desember 2018 lalu di Lantai 1 Grha Saba Pramana UGM. Acara ini merupakan agenda tahunan dari DWP yang juga menjadi salah satu rangkaian Dies Natalis ke-69 UGM.
Festival Batik terdiri dari tiga rangkaian kegiatan, yakni Nyanthing Bareng, Lomba Peragaan Kain Batik Mahasiswa, dan Fashion Show Keluarga Besar UGM. Selain itu, selama dua hari pelaksanaan, terdapat juga pameran batik yang diikuti lebih dari 20 UMKM Batik DIY.
Indriyawati Utami, selaku penanggung jawab acara, menyebutkan bahwa acara ini bertujuan untuk mengangkat citra batik tulis sebagai kearifan lokal nusantara. Oleh karena itu, semua motif batik yang ditampilkan dalam semua acara ini merupakan ciri khas lokal Indonesia. “Semisal motif Geblek Rentheng dari Kulonprogo, Motif Mojo dari Mangunan,” sebut wanita yang akrab disapa Iin ini.
Nyanthing Bareng yang dilaksanakan pada hari Sabtu (1/12) pagi menggunakan kain sepanjang 69 meter sebagai perlambang usia UGM saat ini. Menurut Iin, kain batik hasil dari kegiatan ini nantinya akan dilelang dan uangnya akan digunakan untuk kegiatan sosial DWP.
Kemudian, Lomba Peragaan Kain Batik Mahasiswa pada sore harinya dan Fashion Show Keluarga Besar UGM pada MInggu (2/12) melibatkan seluruh sivitas akademika UGM, dari mahasiswa hingga pejabat kampus, seperti rektor beserta jajarannya. Hal ini menunjukkan kepedulian terhadap kebudayaan lokal Indonesia.
Sementara itu, menurut Iin, selain untuk memperkenalkan batik tulis, Festival Batik juga bertujuan untuk mengangkat UMKM batik lokal. “Oleh karenanya, kami juga membuka Pameran Batik. Lima di antara 20 stan yang dibuka merupakan UMKM binaan dari UGM sendiri,” sebutnya.
Prof. Ir. Panut Mulyono M.Eng., D.Eng., selaku Rektor UGM menyatakan apresiasinya terhadap festival ini. Ia menyebutkan bahwa hal ini menunjukkan salah satu jati diri UGM, yakni sebagai kampus pusat kebudayaan.
“Batik lahir dari akar budaya masyarakat Indonesia. Seantero Indonesia sekarang sudah menggunakan batik dengan motif dari daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, harus terus dijaga jangan sampai diklaim negara lain,” ungkapnya.
Lebih lanjut, menurut Panut, pengembangan motif batik saat ini bisa digali dari beberapa ilmu pengetahuan. Ia mencontohkan motif yang dikembangkan oleh Fakultas Biologi untuk acara kali ini. “Mereka menawarkan motif tanaman dan hewan yang mereka pelajari dari hasil riset-riset yang telah dilakukan,” tuturnya.
Panut berharap motif-motif lain akan terus bermunculan sehingga bisa semakin memperkaya khasanah kebudayaan Indonesia. “Motif-motif kontemporer semoga semakin berkembang, sementara motif-motif konvensional tetap kuat mengakar,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)