Walikota Salatiga, Yulianto, menyampaikan rahasia mengapa kota Salatiga sering menjadi langganan juara sebagai predikat kota paling toleran di Indonesia. Seperti diketahui, tahun ini Salatiga menempati peringkat kedua sebagai kota paling toleran setelah kota Singkawang, Kalimantan Barat. “Bisa dikatakan Salatiga menjadi kota paling toleran nomor satu untuk di pulau Jawa,” kata Yulianto saat menyampaikan hal tersebut ketika menerima kunjungan rombongan peserta sepeda Dies UGM “Jelajah Merbabu” di Rumah Dinas Walikota Salatiga, Sabtu malam (15/12).
Menurut walikota, ditetapkannya Salatiga sebagai kota paling toleran tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang selalu menjaga keragaman antar umat beragama serta meningkat kualitas SDM lewat pendidikan serta menekan angka kemiskinan lewat program ekonomi kerakyatan. “Masyarakat Salatiga dikenal baik dan ramah, sangat mencintai hidup toleransi karena pemerintah memberikan kebijakan pro perbedaan di kota Salatiga, ” kata alumnus FEB UGM ini.
Pemerintah kota Salatiga, kata Yulianto, memberikan kesempatan kepada setiap umat beragama untuk merayakan perayaan kegiatan keagamaan dengan nyaman. “Umat Kristiani akan melaksankan perayaan natal bersama di lapangan terbuka kemudian hari paskah warga Kristinai pawai dan karnaval, begitu juga bagi umat agama lain melakukan arak-arakan dan berkanarval di kota Salatiga,” ujarnya.
Selain menjaga keragaman, kata Yulianto, pihaknya juga memprioritaskan program pembangunan di sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi kerakyatan. Sektor pembangunan pendidikan, misalnya, pemkot setiap tahun mengalokasikan hingga 40 persen anggaran pendidikan dari dana APBD. “Apabila tingkat nasional dianggarkan 20 persen, namun Salatiga menyentuh di atas 40 persen, ” katanya.
Selanjutnya, di bidang kesehatan dan ekonomi pihaknya memberikan pelayanan kesehatan yang baik untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan membangun Rumah sakit tipe A dan C baik milik pemerintah maupun swasta. Salah satu indikator keberhasilan program tersebut adalah turunnya angka kemiskinan yang bisa ditekan hingga hanya di angka 5 persen. Keberhasilan menurunkan angka kemiskinan dan meningkatnya angka indeks SDM menjadikan Salatiga berada di posisi kedua diantara kebupaten lainnya di Jawa Tengah sebagai kabupaten dengan penduduk miskin paling sedikit. “Kita mengeroyok 7 kelurahan yang sebelumnya tingkat angka kemiskinannya dengan berbagai program,” tuturnya.
Menurutnya, keberhasilan meningkatnya indeks kualitas sumber daya manusia menjadikan masyarakat Salatiga tidak mudah terprovokasi dengan berbagai isu yang berkaitan dengan SARA. “Kita ingin masyarakat kita wasis, waras dan wareg, tidak gampang diprovokasi atau diajak melakukan hal-hal yang tidak baik,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut walikota menyambut baik kedatangan peserta sepeda jelajah Merbabu dalam rangka Dies UGM ke-69. Ia menyatakan bahwa setiap rombongan tamu yang datang ke Salatiga akan disambut di rumah dinas walikota. Menurutnya kedatangan tamu yang datang ke Salatiga setidaknya akan meningkatkan jumlah PAD. “Salatiga tidak memiliki kekayaan sumber daya alam sehingga kedatangan tamu yang menginap akan menambah PAD kami,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Aset dan SDM UGM, Prof Bambang Agus Kironoto menyampaikan apresiasi atas sambutan walikota menerima peserta gowes dari UGM di rumah dinasnya.”Kami atas nama UGM mengucapkan terima kasih atas acara penerimaan sekitar 140 an orang peserta gowes ini,” kata Bambang.
Bambang Kironoto menuturkan kegiatan bersepeda dengan menempuh jarak 200 kilometer kali ini merupakan kegiatan rutin dilaksanakan UGM menjelang Dies. “Tahun ini termasuk rute terdekat sebelumnya ada rute Bandung-Jogja,” katanya.
Ketua pengurus cabang Kagama Salatiga, Kurnia Harjanti, mengatakan kunjungan peserta gowes yang diikuti para alumni UGM ini bisa menambah keakraban antar alumni. “Semoga semakin menambah keakraban kita dan bisa bersinergi selamat menikmati sejuknya alam salatiga,” katanya.
Seperti diketahui, peserta gowes Dies UGM ke-69 ini melewati rute Jogja-Klaten-Boyolali-Salatiga-Kopeng-Magelang-Jogja dengan total jarak sejauh kurang lebih 200 kilometer yang ditempuh selama dua hari, 15-16 Desember. (Humas UGM/Gusti Grehenson)