UGM gelar pementasan wayang kulit pada Jumat (14/12) malam di halaman Balairung UGM. Pementasan ini merupakan salah satu rangkaian acara Dies Natalis UGM ke-69. Dengan menghadirkan dalang muda Ki Aji Carito (Sastra Nusantara UGM ’16), pementasan malam itu mengangkat cerita yang berjudul “Saptaarga Binangun”.
Cerita ini berkisah tentang benturan kepentingan antara Pandawa dan Kurawa di Wukir Saptaarga. Para Pandawa hadir hanya untuk memenuhi undangan dari Resi Wiyasa. Namun, para Kurawa dipimpin oleh Prabu Duryudana yang merasa terlecehkan karena upacara di Wukir Saptaarga itu tanpa wewenang dan perintahnya sebagai cucu tertua Resi Wiyasa.
Para penonton yang hadir malam itu berasal dari berbagai kalangan, baik sivitas akademika UGM sendiri maupun masyarakat sekitar yang mencintai wayang. Mereka menyaksikan jalannya cerita dengan khidmat hingga larut malam.
Menurut Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., Rektor UGM, selepas menyaksikan pentas wayang para penonton dapat terinspirasi. “Dalam kita bekerja sehari-hari, terdapat sebuah pelajaran hidup di sana,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Panut menyatakan bahwa acara pentas wayang merupakan manifestasi dari jati diri UGM sebagai Universitas Pusat Kebudayaan. “Pementasan wayang ini merupakan salah satu wujud UGM nguri-uri dan mengembangkan kebudayaan nusantara,” sebutnya.
Selain itu, Panut juga mengatakan bahwa acara ini menjadi media untuk merekatkan UGM dan masyarakat sekitarnya. “Melalui acara ini, UGM membuka sekat yang memisahkan antara penghuni dalam kampus dan luar kampus. Satu hal yang mempersatukan kita malam ini adalah kecintaan kita terhadap wayang sebagai salah satu kekayaan budaya nusantara,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam;foto: Vino)