Memberikan pelayanan baik akan memberikan keberhasilan yang panjang. Bahkan, kompetitor pun akan mengalami kesulitan bersaing jika sebuah perusahaan memiliki kualitas layanan yang sangat baik. Pelayanan yang baik akan mengikat konsumen dan mereka sulit untuk beralih. Deputi Presiden Direktur Bank Central Asia, Armand Hartono, meyakini hal itu. Dalam menjalankan usahanya, masukan customer adalah hal penting sekaligus menjadi prioritas untuk dipenuhi guna memberi kepuasan pada pelanggan. Hal itu pula yang dilakukan BCA di saat awal-awal berdiri, ketika masyarakat tengah mengalami kesulitan melakukan transaksi. Di tahun 1980 belum ada teknologi, kirim uang masih mengandalkan telegram dan teknologi telex menjadi yang terbaik saat itu.
“Untuk transfer pembayaran dua sampai 4 hari untuk kirim. Di bank lain bisa seminggu dulu, bayarnya 1000-2000 untuk ongkos kirimnya, padahal saat itu makanan masih seharga 800 sudah kenyang. Masyarakat saat itu menginginkan bisa kirim transfer gratis dan cepat,” ujarnya di UC UGM, Senin (17/12) saat menjadi pembicara Executive Series 2018: Kepemimpinan dan Inovasi di era Disrupsi”.
BCA mampu membaca keluhan tersebut maka kemudian pemegang saham membeli satelit untuk menghubungkan antar kantor. Meski mahal, BCA saat itu membeli dari perusahaan Amerika seharga 1,7 juta dolar. BCA di tahun 1992 berusaha menjadi bank yang dapat mentransfer uang secara real time dan tidak berbayar. Oleh karena itu, ia membeli program dan diadaptasikan di Indonesia.
“Nasabah maunya transaksi gratis dan sekarang. Kita sempat di bodoh-bodohin transaksi kenapa digratiskan. Namun, impaknya kemudian banyak orang membuka account BCA, terutama pedagang”, paparnya.
Makanya pertumbuhan bisnis BCA tidak linier tapi eksponensial karena tahun 1980 hanya memiliki ratusan ribu nasabah lantas di tahun 1990-1996 langsung menjadi 5 juta account. BCA dari bank menengah langsung menjadi bank terbesar transaksinya di negeri ini. Bagi Armand menjadi pemimpin adalah menjadi diri sendiri bukan orang lain. Ia harus berani memutuskan hal-hal yang tidak popular. Seperti di saat BCA berkeinginan menambah mesin ATM maka banyak bermunculan komentar dari karyawan bank sendiri. Mereka merasa khawatir tersingkir.
“Sebuah bank berdiri mestinya memang untuk menerima uang bukan mengeluarkan uang, ini kok beli mesin 1000. Perlambat pertumbuhan kantor cabang memang harus diimbangi dengan penggunaan teknologi,” katanya.
Armand mengatakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) adalah alat untuk mengambil uang. Meski begitu, dengan teknologi itu harapannya bisa juga untuk mentransfer uang dan pembayaran. Akhirnya, pengadaan ATM lantas dipermak sendiri. Tidak ada konsultan yang bisa membantu, namun dengan ilmu kepepet maka akhirnya jadi. “Inovasi dari kepepet, dari masalah keluar solusi, muncul masalah lagi cari solusi lagi. Kita tahu orang tidak suka uang tunai, namun suka melakukan transaksi, makanya sampai sekarang debit BCA uang elektronik terbesar di regional. Orang boleh punya account bank mana saja, tapi transaksi pasti melalui BCA. Kita selalu focus ke customer saja, tidak usah sok pinter tanya customer saja, customer maunya apa, karena ukuran BCA adalah aman dan nyaman,” ucapnya.
Menurut Armand menjadi leadership tidak cukup hanya memberi pengarahan. Menurutnya, memberi pengarahan itu pekerjaan yang hanya bermuatan 5 persen. “Cuma ngarahin tidak cukup, memberi pengarahan itu pekerjaan hanya 5 persen. Padahal, ide inovasi bukan dari kita tapi dari nasabah, 95 persen itu sebenarnya adalah keringat,” ucapnya. (Humas UGM/ Agung)