Sadar atau tidak, strategi pembangunan yang mengandalkan pembiayaan dari utang luar negeri melalui CGI telah mendorong ekonomi Indonesia masuk ke jurang krisis yang kian dalam. Krisis ekonomi yang berawal pada tahun 1997/1998 merupakan krisis paling buruk dalam sejarah ekonomi Indonesia. Kondisi ini tercermin dari peningkatan kebangkrutan usaha, kehancuran perbankan nasional, kerusakan lingkungan, peningkatan pengangguran, serta peningkatan beban utang dalam dan luar negeri selama lima tahun terakhir.
Dalam prakteknya, kejahatan kemanusiaan akibat utang yang dilakukan oleh kreditor tidak menjadi gugatan hukum oleh negara penghutang atau kelompok masyarakat yang menjadi korban. Kenyataan-kenyataan tersebut membutuhkan pemikiran bersama apakah perangkat hukum yang tersedia, seperti DUHAM atau kovenan Hak-hak Sipil dan Politik atau Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dapat dipakai untuk menggugat para kreditor. Gugatan yang dimaksudkan agar mereka (kreditor) bertanggungjawab atas kerusakan ekonomi, politik, sosial akibat utang yang diberikan. Tentu saja, negosiasi penghapusan utang diharapkan dapat diupayakan melalui mekanisme ini.
Demikian butir-butir pemikiran yang dikemas Badan pers mahasiswa EQULIBRIUM FE UGM dalam diskusi tematik “Sidang CGI, Utang Baru, dan Penjajahan Ekonomiâ€, yang akan digelar hari Senin, 27 Februari 2006 di Auditorium BRI Magister Sains FE UGM. Acara yang diusung bersama Koalisi Anti Utang ini, akan menghadirkan pembicara antara lain, Kwik Kian Gie (mantan Menteri Bappenas), Revrisond Baswir (Kepala Pusat Studi Pancasila), Ihsanudin Noorsy (Indonesia Bangkit) dan akan dibuka secara resmi oleh Dr. Ainun Naim, MBA Dekan FE UGM (Humas UGM)