Nangka muda atau gori yang menjadi bahan baku utama berbagai kuliner khas Yogyakarta seperti gudeg menghadapi ancaman karena ketersediaannya yang tidak sebanding dengan jumlah permintaan. Untuk memenuhi kebutuhan pasar, saat ini bahan baku nangka muda harus didatangkan dari provinsi-provinsi di luar DIY.
Persoalan ini mendorong tim ahli Fakultas Kehutanan UGM yang dipimpin Prof. Mohammad Na’iem melakukan seleksi genetik untuk dapat memenuhi kebutuhan nangka dari sumber genetik yang ada di Indonesia sendiri.
Pohon nangka sendiri sebenarnya memiliki persebaran alami yang sangat luas dari Banglades sampai seluruh Indonesia. Bersama timnya, Na’iem mengumpulkan materi genetik nangka sebanyak 398 pohon induk dari 11 provinsi yang ada di Pulau Jawa dan Bali serta dari Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan, Lampung, Sumatra Utara, dan Riau.
Selanjutnya, bersama Dirjen RLPS Departemen Kehutanan RI, Fakultas Kehutanan UGM mengejawantahkan pengembangan pohon unggulan lokal di petak 58 RPH Candi di Gunung Kidul, tempat materi genetik nangka ditanam. Dengan total 12.736 individu, Prof Na’iem dan tim mengujicobakan materi tersebut di lapangan.
Pertumbuhan pohon nangka di lapangan yang baik ini menarik perhatian berbagai pihak termasuk mantan menteri Kehutanan, Djamalludin Suryohadikusuma, dan Prakoso yang kemudian menyempatkan diri berkunjung ke lokasi tersebut dan memberi respons positif.
Pada akhir tahun 2018, lokasi penanaman materi genetik nangka tersebut menjadi Kebun Benih Nangka DIY. Bersama BPDAS Serayu Opak Progo(SOP), Fakultas Kehutanan UGM mengembangkan Desa Nangka yang ada di desa Jati Ayu, Kali Tekuk dan Ponjong.
Pada 21 Desember 2018, Prof Na’iem bersama Wakil Bupati Gunung Kidul, Kepala BPDAS SOP, Kepala Dinas Kehutanan DIY mendeklarasikan “Menanam Nangka Melestarikan Budaya Yogyakarta Istimewa.” Deklarasi ini ditandai dengan pemukulan kentongan sebagai tanda untuk membangunkan masyarakat Gunung Kidul dan DIY untuk menanam kembali nangka setelah pada tahun 1908 dilakukan “Babad Alas Nangka Doyong” untuk pembangunan kota Wonosari.
Kegiatan deklarasi ini dilakukan bersamaan dengan peringatan hari menanam pohon dan hari pemulihan Daerah Aliran Sungai 2018 yang dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia.
“Program selanjutnya yang akan dilakukan merupakan hilirisasi produk-produk riset dalam bentuk produksi bibit dan juga pengolahan hasil hutan non-kayu nangka yang akan diintegrasikan dengan pengembangan KHDTK Wanagama,” jelas Dr. Muhammad Ali Imron selaku Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Kerja Sama Fakultas Kehutanan UGM.
Selain itu, Na’iem juga berharap agar lokasi kebun benih nangka dapat diintegrasikan dengan pengembangan wisata Gunung Kidul untuk minat khusus serta dijadikan model pengembangan hutan di Indonesia dan tempat belajar berbagai pihak. (Humas UGM/Gloria)