Halal merupakan first line yang harus dipenuhi di segala lini aspek kehidupan. Selain halal, terdapat pula konsep Thayyiban yang melengkapi konsep halal dengan implikasi manfaat, antara lain sebagai keberlanjutan ekologis, penggunaan lingkungan yang bertanggung jawab, pemikiran kritis dan sains yang baik, serta membantu menciptakan dunia yang lebih baik bagi manusia.
Tidak hanya bagi umat Islam, konsep Thayyiban merupakan konsep universal yang relevan diterapkan lintas agama dan kebangsaan. Tidak seperti halal, istilah Thayyiban belum banyak diangkat. Oleh karena itu, pada Kamis (20/12) lalu, 1st Workshop on Global Halalan–Thayyiban Issues telah terselenggara di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM. Dengan tema “Halal Thayyiban as New Wave in Global Industry & Society”, workshop ini terselenggara atas kerja sama FTP UGM dengan Global Halal Food Industry Foundation (GHIF).
Workshop ini menghadirkan tiga pembicara utama, yakni Dr. Saroja Dorairajoo dari GHIF yang menjelaskan tentang isu Thayyiban di negara Singapura dan Cina. Lalu, hadir pula Dr. Ivan Lanovara, juga dari GHIF, yang menjelaskan tentang isu Halal di industri negara Indonesia dan Malaysia. Pembicara terakhir yaitu Dr. Asae Sayaka, juga asal GHIF, menjelaskan tentang Isu Thayyiban di negara Thailand dan Malaysia.
Industri makanan merupakan sektor vital yang sangat berkaitan erat dengan aspek Halal dan Thayiban. Dengan terselenggaranya workshop ini, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, berharap dapat menstimulasi dan meningkatkan kesadaran semua stakeholder yang terlibat di dalam mata rantai kegiatan dan usaha makanan di Indonesia.
“Kami berharap pemerintah senantiasa mengedepankan dan menerapkan secara baik prinsip Halalan Tahyyiban demi kesejahteraan umat manusia dengan spektrum implikasi positif yang luas secara universal,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)