Pada 27 Februari yang lalu, UGM telah mengumumkan 1.069 calon mahasiswa baru S1 2006/2007 yang diterima melalui program-program PBU (Penelusuran Bibit Unggul). Mereka adalah para bibit unggul yang berasal dari seluruh penjuru tanah air. Kompetisi pada program-program ini cukup ketat, baik kompetisi akademis (berdasarkan prestasi, nilai tes, dan nilai rapor) maupun kompetisi pada pilihan program studi (berdasarkan daya tampung program studi). Pada tahun 2006 ini UGM akan menerima 6.500 mahasiswa baru S1; jumlah yang relative sama dari tahun ke tahun. Dengan demikian, untuk program UM yang lain, yakni Ujian Tulis masih tersedia sekitar 4.131 kursi dan SPMB sekitar 1.300 kursi. Demikian dikemukakan Kepala Bidang Humas dan Keprotokolan UGM Drs. Suryo Baskoro, MS dalam release ( 2/3/2006).
“Dua program UM-UGM yang sedang dilaksanakan, yaitu Ujian Tulis (tes 9 April 2006) dan SPMB, calon mahasiswa juga akan diberi kesempatan untuk memilih tigra program studi (prodi). Mengingat kompetisi yang ketat, calon dianjurkan untuk menentukan pilihan secara cerdasâ€, ungkap pak Suryo.
Lebih jauh dosen Sastra Prancis UGM ini mengemukakan, calon mahasiswa yang diterima akan diwajibkan memenuhi biaya pendidikan, yang terdiri atas SPP (Rp. 500.000,-/semester), BOP (noneksakta: Rp. 60.000,-/sks/semester, eksakta: Rp. 75.000,-/sks/semester), dan SPMA (Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik-satu kali). Dalam hal SPMA, calon dibebaskan untuk memilih satu dari empat alternative yang disediakan. Alternatif satu (SPMA 1) sebesar Rp.0,- sementara besaran SPMA 2 hingga 4 bervariasi menurut kebutuhan Fakultas/ Prodi. “Dalam hal menentukan pilihan SPMA, calon dihimbau untuk berkonsultasi dengan orangtua. UGM akan sangat menghargai kejujuran calon. Dengan demikian, jika kurang memiliki kemampuan ekonomis, hendaknya calon tidak ragu-ragu mengisi SPMA1; sementara itu, jika cukup mampu atau mampu, hendaknya calon juga tidak ragu-ragu mengisi SPMA 2,3,4â€, terang pak Suryo..
Oleh karena itu ada dua hal yang perlu dicatat lanjut pak Suryo, pertama, kompetisi di UGM bersifat akademis, sehingga peluang diterima juga akan ditentukan berdasarkan hasil tes calon, bukan berdasarkan jumlah SPMA yang disanggupi. Kedua, hanya dengan kejujuranlah maka UGM akan dapat kembali menerapkan pola subsidi silang. Dengan pola ini, diharapkan akses keluarha kurang mampu akan dapat ditingkatkan . Jika secara nasional rerata akses mahasiswa kurang mampu ke pendidikan tinggi adalah sekitar 4,5 %, maka setelah tiga tahun diterapkan pada UM-UGM, pola subsidi silang ini telah berhasil menaikan akses keluarga kurang mampu secara signifikan, yakni semula 4 % (2002), menjadi 7 % (2003), meningkat menjadi 14 % (2004), dan akhirnya 17,5% (2005). “Pilihan bergabung dengan UGM adalah pilihan yang tepat, mengingat UGM adalah universitas berperingkat 56 dunia untuk bidang budaya & humaniora serta universitas dengan system penjaminan mutu pendidikan terbaik di ASEANâ€, tandas pak Suryo. (Humas UGM)