
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Hal tersebut menilik capaian penurunan AKI di beberapa negara Asean. AKI di negara-negara Asean sudah menempati posisi 40-60 per 100 ribu kelahiran hidup. Sedangkan di Indonesia berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 masih menempati posisi 305 per 100 ribu kelahiran hidup. Hal ini berbeda jauh dengan Singapura yang berada 2-3 AKI per 100 ribu kelahiran
Sementara itu, data capaian kinerja Kemenkes RI tahun 2015-2017 menunjukkan telah terjadi penurunan jumlah kasus kematian ibu. Jika di tahun 2015 AKI mencapai 4.999 kasus maka di tahun 2016 sedikit mengalami penurunan menjadi 4.912 kasus dan di tahun 2017 mengalami penurunan tajam menjadi sebanyak 1.712 kasus AKI.
“Meski mengalami penurunan, nampaknya AKI masih menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam mewujudkan masyarakat Indonesia sehat,” ujar Dr. Detty S. Nurdiati, MPH., Ph.D., Sp.OG(K), Pakar Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, di ruang Eksekutif Grha Wiyata FKKMK UGM, Senin (7/1) saat jumpa pers di sela-sela kegiatan Winter Course 2019.
Secara nasional, menurut Detty, penyebab AKI paling tinggi adalah pendarahan. Sementara untuk kasus di Yogyakarta penyebab paling tinggi justru karena penyakit jantung, preeklampsia kemudian disusul pendarahan.
“Untuk terus menekan angka AKI ini tentu bukan tugas tenaga kesehatan saja tapi seluruh komponen masyarakat. Pendekatan yang dilakukan pun tak hanya ke ibu hamil saja, tapi juga harus memperhatikan kesehatan sejak anak, remaja, kehamilan hingga tua,” ucapnya.
Winter Course 2019 on Interprofessional Health Care Women’s Healt and Wellness berlangsung selama 2 minggu, 7 – 18 Januari 2019 di FKKMK UGM. Kegiatan kali ini diikuti sebanyak 60 mahasiswa, terdiri dari 41 mahasiswa UGM, 3 mahasiswa non-UGM dan 16 mahasiswa mitra luar negeri.
“Untuk winter course kali ini kami memilih women health dan wellness. Topik yang cukup seksi juga karena kesehatan wanita dan wellness ditinjau dari berbagai sisi, dari berbagai aspek dan dipelajari semuanya,” ujar Dr. Gandes Retno Rahayu, M.Med.Ed., Ph.D, Wakil Dekan Bidang Akademik & Kemahasiswaan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM.
Gandes menjelaskan FKKMK UGM selama setahun menyelenggarakan dua kali acara, yaitu summer course dilakukan pada bulan Oktober 2018 lalu. Kemudian winter course di bulan Januari 2019.
“Di setiap acara seperti ini tujuannya selalu sama, yaitu agar mahasiswa FK UGM dari berbagai profesi calon dokter, calon perawat, ahli gizi, farmasi, kedokeran gigi, dan kebidanan bisa belajar bersama dengan topik-topik yang kami pilih,” katanya.
Dr. Gunadi, Ph.D., Sp.BA, selaku Ketua Panitia mengatakan winter course 2019 digelar untuk mempromosikan soal kesehatan wanita, menurunkan angka kematian ibu dan menurunkan angka epidemik penyakit menular, seperti AIDS dan lain-lain yang menuntut peran dari laki-laki. Sebab, tak jarang pihak ibu sering dirugikan karena bisa jadi suami adalah seorang multiple partners yang pada akhirnya memberi akibat pada istri dan anak, seperti menderita AIDS.
“Ibu-ibu kadang kaget kok terkena AIDS, ternyata suaminya multiple partners. Ini sering terjadi dan pihak wanita yang kadang dirugikan karena itu sangat perlu sekali peran laki-laki dalam mendukung program kesehatan wanita dan ini sangat vital,” ungkapnya. (Humas UGM/ Agung)