
Potensi pangan fungsional seharusnya bisa diangkat sebagai upaya penyelesaian masalah pangan di tingkat lokal, regional, nasional dan global. Indonesia yang kaya akan pangan memiliki potensi untuk mengkaji dan mengembangkan pangan fungsional ini.
“Pangan fungsional adalah pangan baik alami maupun yang telah diformulasi mengandung komponen bioaktif yang bisa meningkatkan kerja fisiologis dan mencegah gangguan penyakit,” ujar Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc, Ahli Pangan, di Auditorium Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Kamis (17/1) pada Mini Simposium Penguatan dan Diseminasi Pangan Fungsional untuk Kesehatan Masyarakat.
Menurut Eni Harmayani, pangan memiliki dimensi yang sangat luas bagi kehidupan. Sementara pengembangan pangan fungsional dan pangan lokal ini memiliki peran yang strategis baik secara ekonomi, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
“Mengapa pangan lokal? Karena diproduksi dan dikonsumsi setempat sehingga sesuai dengan kearifan dan budaya setempat,”papar Dekan Fakultas Teknonolgi Pertanian UGM ini.
Pembicara lain, Prof. Dr. Laksono Trisnantoro dari FKKMK UGM menyatakan ada keinginan mengembangkan pangan fungsional untuk komoditas industri. Sayang keinginan tersebut terkendala pada regulasi.
“Jika uji klinik pangan fungsional harus sama dengan uji klinik obat tentu sangat memberatkan. Akan sangat sedikit yang bisa lolos untuk masuk sebagai pangan fungsional,” katanya.
Kondisi ini, kata Laksono, menjadi keprihatinan bersama. Pemerintah (BP POM) mestinya bisa membuat regulasi yang memudahkan regulasi untuk pangan fungsional.
“Mestinya kalau ada uji klinik, uji kliniknya lebih sederhana dibanding uji klinik untuk obat-obatan. Pangan fungsional memang makanan yang memiliki efek pada kesehatan, dan sangat setuju harus ada pembuktian dengan uji klinik, tapi sekali lagi jika uji klinik itu harus seperti pada obat sangat memberatkan,” ungkapnya.
Prof. C. Hanny Wijaya, P3FNI, Staf Pengajar FATETA IPB, mengatakan permasalahan yang dihadapi masyarakat saat ini adalah terkait gaya hidup yang telah banyak berubah dibanding beberapa dekade lalu sehingga apa yang dilihat dan dihadapi sekarang ini diperlukan cara lain bagaimana permasalahan sosial yang ada bisa diatasi dengan salah satunya melalui pangan.
“Dimana makanan tidak hanya nutrisious dan delicious alias enak dan bergizi. Namun, disini kita harus pikirkan bagaimana pengganti nutrion impact kita agar sesuai dengan gaya hidup,” tuturnya. (Humas UGM/ Agung)