Universitas Gadjah Mada (UGM) akan mengusulkan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai kandidat penerima penghargaan Nobel Perdamaian.
Hal tersebut mengemuka saat seminar internasional “Islam Indonesia di Pentas Global: Inspirasi Damai Nusantara untuk Dunia” yang berlangsung Jumat (25/1) di Balai Senat UGM.
Rektor UGM, Prof.Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., mengatakan NU dan Muhammadiyah telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Peran positif konsolidasi terlihat dalam upaya membangun perdamaian melalui kiprahnya dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, filantropi, kebencanaan, sosial kemasyarakatan, serta demokrasi.
“NU dan Muhammadiyah turut berkiprah dalam perdamaian di Indonesia dan di kancah internasional. Kiprah tersebut telah dirasakan masyarakat dunia,” paparnya.
Panut menyebutkan UGM selalu berkomitmen untuk turut serta mengembangkan dan merawat nilai perdamaian dan demokrasi di Indonesia dan dunia. Oleh sebab itu, UGM mendukung NU dan Muhammadiyah menjadi penerima nobel perdamaian.
“UGM secara resmi akan menominasikan NU dan Muhammadiyah. Keduanya berkontribusi dalam proses pembanguan perdamaian di Indonesia dan dunia,” katanya.
Penghargaan tersebut dinilai layak diberikan sebagai bentuk apresiasi kiprah kedua ormas tersebut di dunia. Sekaligus menyebarkan pesan Islam damai demokratis dan berkeadaban di seluruh dunia.
Saat ini, UGM melalui Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) tengah mempersiapkan dokumen untuk mengusulkan NU dan Muhammadiyah sebagai kandidat penerima nobel perdamaian. Upaya ini juga dilakukan oleh Guru Besar Antropologi Boston University, Prof. Robert W. Henfer, yang telah terlebih dahulu mengajukan dokumen penghargaan nobel perdamaian untuk NU dan Muhammadiyah kepada panitia.
Kepala PSKP UGM, Najib Azca, menjelaskan pengajuan NU dan Muhammadiyah menjadi kandidat penerima nobel perdamaian karena keduanya dinilai memiliki peran penting dalam proses demokratisasi di Indonesia. Tidak hanya dalam mengembangkan argumen-argumen keagamaan yang selaras dengan nilai-nilai demokrasi dan penguatan masyarakat sipil saja. Namun, juga berperan aktif dalam proses pembangunan perdamaian di tingkat nasional dan internasional. Kedua ormas tersebut juga mampu mencerminkan Islam yang ramah dan dapat merawat kemajemukan di tanah air.(Humas UGM/Ika; foto: Firsto)