Dua mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mengembangkan inovasi lampu darurat (emergency) hemat energi yang ramah lingkungan.
Lampu yang dinamai La Helist (Lampu Emergency Hemat Listrik) mampu menjadi solusi bagi masyarakat dalam situasi darurat saat terjadi pemadaman listrik di malam hari.
Keduanya merupakan adik kakak asal Blora, Jawa Tengah, yakni Fadhiela Noer Hafiezha (S1 Teknik Mesin) dan Chaieydha Noer Afiefah (S2 Fakultas Pertanian). Mereka memanfaatkan fitting lampu yang dimodifikasi sehingga menghasilkan lampu dengan terang tidak berbeda seperti lampu yang menggunakan daya listrik PLN.
Fadhiela mengungkapkan pengembangan lampu emergency hemat energi ini terinspirasi dari seringnya pemadaman listrik di wilayah Blora. Pemadaman listrik kerap terjadi, terlebih di kala musim hujan. Hal tersebut menjadikan aktivitas masyarakat terganggu.
“Di Blora sering terjadi pemadaman listrik dan masyarakat masih sering memakai lilin untuk penerangan saat listrik padam, sementara penggunaan lilin berpotensi terjadi kebakaran saat ditinggal tidur. Untuk itulah kami mengembangkan lampu emergency dari led dan menggunakan batu baterai yang aman dan praktis,” paparnya, saat Konferensi Pers di Kantor Humas UGM, Jumat (1/2).
Lampu darurat ini dibuat menggunakan material lokal dan mudah diperoleh di pasaran. Komponen penyusun La Helist diantaranya lampu led, fitiing lampu, trafo ferit, kumparan email, resistor, transistor, saklar, serta batu baterai.
“Pembuatan lampu ini tidak sulit karena materialnya mudah didapat, bahkan khusus ferit dari limbah lampu yang tidak terpakai,” jelasnya.
Untuk menghidupkan lampu menggunakan energi dari baterai kecil tipe AA 1,5 Volt yang biasa dipakai untuk baterai jam dinding. Dikembangkan dalam dua jenis yakni berdaya 3 watt dan 9 watt.
La Helist didesain secara minimalis dilengkapi dengan saklar sehingga dapat dibawa kemana-mana dan dihidupkan kapan saja tanpa tergantung akan aliran listrik PLN. Selain hemat energi, lampu ini mampu menyala lebih dari 12 jam dan juga lebih aman digunakan dibanding menggunakan lilin. Selain itu, mampu menjadi solusi ketika pemadam listrik.
Fadhiela menyebutkan pembuatan lampu ini cukup sederhana. Hanya saja perlu ketelitian dan kesabaran dalam pengerjaan rangkaian lampu.
“Dalam sebulan kita produksi 500-1.000 lampu emergency,”jelasnya.
La Helist telah diproduksi secara massal di Blora. Dalam produksinya mereka dibantu 4 karyawan yang berlaku sebagai teknisi. La Helist dijual dengan harga terjangkau yakni Rp50.000 untuk lampu berdaya 3 watt dan Rp60.000 untuk daya 9 watt.
“Pemesanan sudah menjangkau wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi,” imbuh Chaiyedha.
Mereka berharap kehadiran lampu emergency ini bisa memberikan manfaat bagi masyarakat. Kedepan keduanya akan terus mengembangkan lampu salah satunya dengan menaikkan tegangan dari 1,5 volt menjadi 3 volt dengan baterai recharge agar dapat dipakai untuk penerangan rumah tangga.
“Dengan adanya lampu emergency hemat listrik ini diharapkan bisa membantu masyarakat untuk mengatasi penerangan pada saat pemadaman listrik yang lebih aman dan lebih irit,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika; foto:Ega-Vino)