Institute of International Studies (IIS) FISIPOL UGM menyelenggarakan Seminar tentang Traktat Pelarangan Senjata Nuklir pada Jumat (8/2) di Auditorium Digital Mandiri FISIPOL UGM. Seminar ini terselenggara sebagai bagian dari agenda panjang IIS dalam mengkampanyekan diplomasi Indonesia untuk perdamaian dunia.
Febrian Alphyanto Ruddyard, Direktur Jendral Kerjasama Multirateral Kementrian Luar Negeri RI, mengatakan traktat ini lahir dari keresahan bersama masyarakat dunia akan dampak bahaya dari pengembangan senjata nuklir. Namun, ia mengungkapkan hal yang ironis dari kelahiran traktat ini adalah negara yang turut andil menandatangani berasal dari negara yang sama sekali tidak mengembangkan nuklir.
“Pada awalnya yang mengajak untuk tidak mengembangkan nuklir adalah negara telah lama mengembangkan senjata nuklir. Akhirnya, secara sukarela kita tidak mengembangkannya. Namun, ternyata ketika kita sudah setuju, ternyata mereka masih melanjutkan pengembangannya. Untuk itu, bersama negara lain dengan keresahan yang serupa traktat ini kemudian lahir,” ungkapnya.
Febrian menyatakan bahwa traktat ini sekarang bisa dibilang masih muda. Ia menyebut bahwa kini traktat tersebut tengah memasuki proses pengawasan dan pengawalan agar semakin berkembang dampaknya. Oleh karena itu, ia meminta bantuan kepada para akademisi untuk ikut mengawalnya bersama.
“Ibarat bayi yang baru lahir, traktat ini memerlukan orang tua untuk ngemong hingga bisa merangkak, lalu berjalan, hingga akhirnya bisa berlari,” tuturnya.
Lebih lanjut, Febrian berharap seminar-seminar semacam ini bisa terus digalakkan untuk meraup dukungan. Tujuannya agar simpatisan dari kampanye yang diusung dari traktat ini bisa tersampaikan, baik kepada negara-negara yang aktif menggunakan nuklir maupun negara-negara pendukungnya.
Hal tersebut didukung oleh Dr. Riza Noer Arfani, Kepala IIS. Menurutnya, seminar semacam ini bisa menjadi tempat diskusi untuk menjaring masukan dari sudut pandang masyarakat umum. “Ide-ide yang masuk bisa didengar langsung oleh Kemenlu yang nantinya bisa saja menjadi landasan undang-undang untuk mengembangkan traktat ini,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)