• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Menguatnya Politisasi Agama dalam Produk Hukum di Indonesia

Menguatnya Politisasi Agama dalam Produk Hukum di Indonesia

  • 18 Februari 2019, 15:57 WIB
  • Oleh: Gusti
  • 4302
Menguatnya Politisasi Agama dalam Produk Hukum di Indonesia

Tim Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menyampaikan sebuah riset soal politisasi agama dalam pembentukan berbagai peraturan hukum yang ada di daerah hingga tingkat nasional. Meski peraturan yang dibuat tersebut mengatur kebijakan soal moralitas dan agama, namun aturan yang mengandung unsur politisasi agama tersebut meningkat dari tahun ke tahun. “Sejak 2017 lalu ada 471 peraturan hukum,” kata Sri Wiyanti Eddyono, Ph.D., salah satu anggota peneliti, saat memaparkan peneilitiannya pada Seminar Nasional yang bertajuk "Hukum dan Gagasan Kebangsaan Indonesia dalam rangka Pusaran Politik Identitas" di ruang seminar Hotel University Club UGM, Senin ( 18/2).

Ia menyebutkan, sejak kurun waktu 1999-2004 sebanyak 56 peraturan yang dianggap hasil politisasi agama, lalu tahun tahun 2010 ada 156 aturan dan meningkat menjadi  471 peraturan sejak 2017 lalu.

Menurutnya, kecenderungan menguatnya politisasi agama disebabkan diakomodasi oleh negara melalui ruang demokrasi. Oleh karena itu, politisasi agama yang dilakukan oleh para politisi, kepala daerah dan kelompok ormas untuk menggapai posisi tertentu sehingga memasukkan aturan dalam konteks agama dalam tatanan negara. “Pola yang mereka lakukan dengan mengancam bahwa yang tidak menuruti ajakan tersebut dianggap melawan ajaran agama,” katanya.

Politisasi agama tidak hanya muncul dalam peraturan hukum saja, namun juga dalam praktik kehidupan bermasyarakat sehari hari seperti sikap intoleransi dan kekerasan verbal dan fisik juga dilakukan. Bahkan, di ruang peradilan, tidak jarang hakim banyak memutuskan perkara berbagai kasus penodaan agama. “Dalam konteks nasional, ada 97 putusan kasus penodaan agama di pengadilan negeri,” katanya.

Penelitian yang dilakukan sejak 2006 lalu itu dilaksanakan pengamatan di berbagai kota di Indonesia soal intoleransi, kasus penodaan agama serta peraturan berbasis syariah. Penelitian di lakukan di Padang, DKI, Medan, Cirebon, Klaten, Depok, Yogyakarta, melalui metode wawancara dan observasi. Dari temuan tim mereka, terdapat aturan yang bertentangan dengan Pancasila yang mengatasnamakan ajaran agama seperti di Jogja terdapat temuan di SMP negeri ada pemaksaan jilbab ke siswa beragama Islam. Selanjutnya di Medan, ditemukan menguatnya sikap primordialisme berbasis kampus, pembakaran vihara, dan 20 kasus penodaan agama. Lalu di Cirebon ditemukan pengotakan kelompok berbasis aturan agama, dan penyebaran ideologi radikalisme di kalangan anak muda dan anak TK.

Seminar dalam rangka Dies Natalis Fakultas Hukum UGM ke-73 menghadirkan pembicara lainnya, yakni Prof. Amin Abdullah dari UIN Sunan Kalijaga, Drs. Yudi Latif MA PhD., dan Dr. Rikardo Simarmata dari FH UGM. Yudi Latif mengatakan banyak negara di dunia  tidak sepenuhnya menerapkan nation state atau negara kebangsaan, namun satu-satunya negara besar melakukan itu hanya Indonesia sejak berdirinya adalah bangsa Indonesia melalui Pancasila.  “Cara pancasila menyelesaikan problematik melalui kesetaraan warga negara di hadapan hukum,” katanya

Ia menuturkan, tidak semua golongan diakomodasi karena itu melanggar prinsip kesetaraan, sebaliknya negara Pancasila melindungi agama, suku, ras, dan budaya yang minoritas dan marginal.  “Ada saat partikularitas tidak selesai dengam cara universalitas, ada perlindungan hak budaya tertentu, Pancasila menyiapkan ruang budaya itu, namun demi keadilan muncullah hukum bersama, meski banyak inspirasi agama yang kadang ditolak dalam pembentukan sebuah undang-undang,” katanya

Rikardo Simarmata, mengatakan politisasi identitas primordial umumnya potensial mengusik sendi-sendi hukum.  Sebab, politik identitas ini  menyangkal adanya hubungan tak terpisahkan hukum dengan kepentingan yang beragam, “Sistem hukum kita saat ini ditantang untuk menjangkau kehidupan yang beradab,” katanya.

Kasus hukum yang dikelilingi politik identitas ini sering menyebabkan hakim tidak mampu memberikan putusan yang tepat dan memberikan rasa keadilan sosial dengan dilandasi nilai kemanusiaan.“ Di berbagai kasus, hakim tidak lagi memandang bukti yang disampaikan di pengadilan,” katanya.

Sementara Prof. Amin Abdullah menuturkan era kebebasan berpendapat pasca reformasi memunculkan sikap eksklusifisme, adanya sikap tidak toleran pada orang lain, inklusifisme menganggap dirinya lebih baik dari yang lain, serta munculnya sikap pluralisme dalam konsep modern karena memandang semua manusia sederajat, sama di mata hukum, etnis, dan gender. Menurutnya, Indonesia sangat beruntung Pancasila sebagai panduan agar kita bisa hidup harmonis dalam pluralisme dan keragaman. “Itulah modal sosial kultural Indonesia yang sangat luar biasa,” ujarnya.

Soal menguatnya politisasi agama yang berdampak pada eksklusifisme dan inklusifisme seharusnya menjadi perhatian negara dan semua pihak termasuk kalangan perguruan tinggi. “Perguruan tinggi harus duduk bersama untuk memecahkan persoalan ini, apalagi sudah banyak kampus yang terpapar radikalisme,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson) 

Berita Terkait

  • Menteri Agama Ajak Politikus Hindari Politisasi Agama

    Wednesday,07 November 2018 - 13:27
  • Sumpah Atas Nama Agama Tidak Bisa Diverifikasi

    Friday,06 November 2009 - 13:51
  • Politisasi Agama Munculkan Ketidakstabilan Politik

    Tuesday,19 February 2019 - 23:03
  • Penegakan Hukum Kekerasan Agama Masih Lemah

    Friday,11 February 2011 - 14:25
  • Mahfud MD Tegaskan Indonesia Bukan Negara Agama

    Thursday,23 August 2018 - 15:40

Rilis Berita

  • Masyarakat Lombok Utara Apresiasi KKN Kolaborasi UGM 28 January 2023
    Masyarakat memberikan apresiasi pelaksanaan KKN Kolaborasi yang dirintis oleh Universitas Gadjah
    Satria
  • Evaluasi dan Temu Mitra Supplyer Gerai UMKM 27 January 2023
    Sebagai media memfasilitasi pemasaran produk UMKM binaan sivitas akademika UGM, Gerai UMKM yang b
    Agung
  • Dirjen Diktiristek Puji Fasilitas Field Research Center UGM 27 January 2023
    Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Prof. Ir. Nizam,
    Gloria
  • Raih Doktor Usai Teliti Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong 27 January 2023
    Peneliti Ahli Utama, Pusat Riset Sumberdaya Geologi, BRIN, Ir. Chusni Ansori, M.T., dinyatakan lu
    Agung
  • Rektor UGM Paparkan Konsep HPU di Kampus UNRAM 27 January 2023
    Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K), memaparkan konse
    Satria

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual