Sekian lama bangsa ini membangun, sekian lama pula pembangunan kawasan nampak semakin parsial, sektoral dan sangat membingungkan. Format pembangunan nasional telah gagal menempatkan manusia sebagai central concern, pusat perhatian, apalagi menempatkannya sebagai subyek dan pelaku utama pembangunan. yang telah terjadi bahkan, menempatkan manusia sebagai objek dan the net beneficiaries pembangunanpun, Negara telah gagal melakukannya. Sungguh memprihatinkan, bahwa pembangunan nasional lebih sering menempatkan mereka sebagai legitimasi, bumbu, dan bahkan instrumen dalam segala upaya pembangunan nasional. Demikian yang diungkapkan Dr. Ir. Mochammad Maksum, M.Sc dalam release yang disampaikan ke Humas (27/03/2005).
“Banyak sekali contohnya. Programasi pembangunan masyarakat memang telah dicanangkan semenjak Republik ini merdeka dan diproklamirkan melalui dibentuknya Kementrian Pengembangan Masyarakat, 1950. Dalam berbagai konfigurasi politik nasional, semenjak tahun itu sampai dengan sekarang ini, dan khususnya kalau melihat kemajuan pembangunan kawasan pedesaan, misalnya, nampak sekali adanya dua hasil besar pembangunan kemanusiaan yang monumental: semakin menguatnya ketidak-berdayaan dan ketergantungan publik. Keberhasilan pembangunan fisik dan ekonomis ternyata telah serta merta menghempaskan kekuatan modal sosial, kepakaran local dan nilai-nilai luhur kemanusiaanâ€, kata pak Maksum.
Menurut dosen Magister Studi KawasanUGM ini, sudahkah pemerintahan reformasi membuahkan hasil memadai dalam pembangunan kemanusiaan? Tidak banyak yang telah dilkaukan dalam pembenahan format pembangunan, kalau tidak boleh dikatakan bahwa sebagaimana regim sebelumnya, model pembangunan kawasan dewasa ini tetap saja tidak manusiawi. Data lapangan teramat banyak, mulai dari skandal KUT dan pertambangan yang tidak pernah selesai, sampai dengan demoralisasi sekelompok besar warga bangsa berkenaan dengan Raskin dan BLT, dan banyak lagi program pembangunan kawasan yang menjauhkan diri dari amanat dan keharusan mengedepankan perhatian kemanusiaan.
“Itupun, masih pula diperparah dengan berbagai dikotomi sektoral dalam pembangunan perekonomian bangsa. Proteksi berlebihan terhadap sector industri telah menganaktirikan sector pertanian. Pembangunan yang kelewat bias dan ove-protective terhadap sector modern dan perkotaan telah memarjinalisasi sector pedesaan dan perhatian semakin tidak terkendali. Sektor ini telah diposisikan secara sengaja atau tidak sengaja untuk sekedar menjadi bemper tenaga kerja, pemasok pangan dan bahan baku murah, sekaligus tumbal bagi pengamanan inflasiâ€, terang pak Maksum.
Lebih jauh peneliti Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM mengemukakan, keprihatinan itu memang telah terjadi dengan tanpa perlu ditangisi, meski mutlak memerlukan introspeksi dan refleksi. Introspeksi akademis menunjukkan dengan jelas bahwa pendekatan-pendekatan pembangunan kawasan parsial dan tidak manusiawi tersebut sudah waktunya untuk segara diakhiri. Sudah waktunya pendekatan-pendekatan kelewat teknis, parsial dan dikotomis digantikan dengan model pembangunan ‘kawasan’ sebagai kawasan secara komprehensif.
Dalam kontek inilah, pertama, kawasan seharusnya senantiasa dipandang sebagai sitem sosiokultural yang menempatkan manusia sebagai central concern dengan segala lokalitasnya. Sistem sosiokultural ini telah pula mengamanatkan pentingnya harmoni dalam relasi sistemik antara subsistem: (i) tata-nilai; (ii) sosial-ekonomi; (iii) artefak; dan (iv) non-human. Kedua, dengan basis kemanusiaan tersebut maka, apapun intervensinya, pembangunan kawasan seharusnya dipandang sebagai sebuah proses societal change yang terencana, harmonis, sistemik dan dinamis berinteraksi dengan kondisi lingkungan yang melingkupinya. Ketiga, mengingat posisi manusia sebagai perhatian utama, maka segala pendekatan pembangunan harus dijabarkan berdasarkan hak asasi manusia, human right-based.
“Sudah waktunya, perubahan pola pikir itu terjadi. Pemikiran itulah yang mengusik Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, untuk menawarkan pendekatan alternative pemahaman system kawasan berikut operasionalisasinya dalam bentuk program pendidikan pascasarjana dengan kebidangan: Magister Studi Kawasan, sebagai your most reliable partner, mulai tahun ajaran 2006-2007â€, tambah pak Maksum. (Humas UGM)