Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM menyelenggarakan soft launching Zero Tuberculosis Yogyakarta. Melalui kerja sama dengan Challenge TB, soft launching ditandai dengan penyelenggaraan talk show bertema Komitmen Pemerintah Daerah dalam Upaya Eliminasi Tuberkulosis.
dr. Rina Triasih, Sp. A(K), dosen Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM, mengatakan tuberculosis ini penyakit yang sudah cukup lama, 130 tahun yang lalu dan kumannya ditemukan tepatnya pada 24 Maret 1882.
“Kegiatan ini dalam rangka annual meeting dan hari tuberculosis sedunia kita lakukan soft launching kegiatan zero tubercolusis di Yogjakarta,” katanya di FKKMK UGM, Selasa (12/3).
Sebagai penyakit yang sudah lama, kata Rina, obat tubercolosis sudah lama ditemukan, namun hingga saat ini permasalahannya masih sangat besar di seluruh dunia. Bahkan, isu tubercolusis menjadi isu tingkat global dan berbagai upaya sudah dilakukan baik oleh pemerintah maupun LSM, akademisi dan instansi-instansi dalam rangka menurunkan angka kejadian tubercolusis ini.
“Tetapi dari tahun ke tahun progresnya tidak selalu baik. Dengan berbagai upaya, angka kejadian tubercolusis belum menurun, dan salah satu faktornya dikarenakan kegiatan pengobatan maupun pencegahan belum dilakukan secara komprehensif dan masif serta intensif,” ucapnya.
Selaku ketua panitia zero Tubercolusis, Rina menggandeng Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam upaya menjalankan program zero tubercolusis di Yogjakarta. Program zero tubercolusis dilakukan melalui tiga komponen penting, yaitu penemuan kasus, pengobatan yang efektif, dan pencegahan.
“Dengan upaya yang komprehensif kita berharap upaya pengendalian tubercolusis memberikan dampak positif bagi status kesehatan masyarakat,” imbuhnya.
drg. Baning Rahayu Jati, M.Kes, Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, mengatakan banyak kendala yang dihadapi dalam upaya pengendalian tubercolusis. Hanya saja untuk mengetahui seberapa besar prevalensi tubercolusis, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo merasa kesulitan untuk menemukan.
“Misal dari program TOS (temukan, obati dan sembuh) untuk menemukan saja masih sulit. Kemudian obati, dalam pengobatan tubercolusis adalah pengobatan jangka panjang yang ternyata juga mendapati kendala putus obat sehingga kasus tubercolusis yang resisten obat juga meningkat,” katanya.
Wirawan Haryo Yudo, Staf Ahli Bidang Kesra Walikota Yogyakarta, berharap jangan sampai tubercolusis menjadi pembunuh yang tidak nampak karena tubercolusis mengancam masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk.
“Oleh karena itu, kita sangat mendukung program ini agar jangan sampai muncul fenomena gunung es, yang ketahuan hanya beberapa tapi kenyataan yang menderita tubercolusis banyak sekali. Ini tidak dapat diselesaikan oleh bidang kesehatan saja, tapi harus bekerja sama dengan seluruh komponen,” imbuhnya. (Humas UGM/ Agung)