Dalam membudidayakan bawang putih salah satu kendalanya adalah gangguan dari penyakit bercak ungu (dalam bahasa jawa disebut trotol), yang dapat menimbulkan kerugian pada tanaman sampai 100 %. Sampai saat ini belum ada cara-cara pengendalian lain selain dengan penyemprotan fungisida, sehingga untuk memenuhi konsumsi bawang putih di dalam negeri, sampai saat ini kita mengimpor bawang putih dari Hongkong, Korea, Taiwan, China, dan Thailand. Pada tahun 2001, impor kita sebanyak 205.470 ton, dengan nilai sebesar 51.216.982 USD. Demikian yang diungkapkan Ir. Zainal Arifin, M.Si saat ujian Program Doktor dalam bidang Ilmu Pertanian pada hari Sabtu, 08 April 2006 di ruang Seminar Pascasarjana UGM.
Dalam disertasi berjudul “Kajian Moriza Vesikula Arbuskula (MVA) Dalam Menekan Perkembangan Penyakit Bercak Ungu (Alternaria Porri) Pada Bawang Putih†pak Zainal mengatakan Mengingat pentingnya bawang putih banyak dikonsumsi langsung oleh masyarakat dalam bentuk sayuran segar, maka perlu dicari cara-cara pengendalian penyakit bercak ungu yang tidak menggunakan fungisida sehingga lebih aman bagi konsumen dan tidak menimbulkan dampak negative bagi lingkungan
“Di dalam Undang-undang budidaya tanaman nomor 12 tahun 1992 pasal 20 dan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 1995 tentang perlindungan tanaman mengamantkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT adalah upaya pengendalian penyakit atau organisme pengganggu tanaman dengan menggunakan satu atau lebih teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah dan mengurangi kerugian ekologi maupun ekonomiâ€, kata pak Zainal.
Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Magelang ini mengatakan bahwa penelitian ini bertujuan (i) mengekplorasi jamur MVA pribumi dari lapangan, agar dapat diaplikasikan ke dalam teknik budidaya bawang putih, (ii) memanfaatkan potensi jamur MVA terpilih sebagai agen hayati untuk meningkatkan ketahanan tanaman bawang putih pada fase pertumbuhan vegetatif terhadap A. porri, (iii) memperoleh isolate jamur MVA sebagai agen hayati yang diintegrasikan dengan penyemprotan fungisida mankozeb, (iv) memanfaatkan jamur MVA sebagai agen hayati untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang putih, (v) memanfaatkan potensi jamur MVA sebagai agen hayati yang dapat diperbaiki kualitas umbi bawang putih
“Hasil eksplorasi lapangan, mendapatkan bahwa Glomus sp. isolat Karanganyar dan Glomus sp. Isolate Wonosobo, merupakan jamur MVA hasil eksplorasi yang mempunyai viabilitas cukup baik untuk diuji pada penelitian lapanganâ€, jelas pak Zainal.
Ditambahkan, pak Zainal hasil penelitian terhadap potensi Glimus sp. Isolat Karanganyar dan Glimus sp. Isolate Wonosobo menunjukkan bahwa (i) persentase intensitas penyakit pada bawang putih yang tidak disemprot fungisida mankozeb dan tidak diinokulasi jamur MVA, lebih besar daripada intensitas penyakit pada kedua varietas bawang putih yang disemprot mankozeb, (ii) intensitas penyakit pada bawang putih yang diinokulasi Glomus sp. Isolate Kranganyar dan isolate Wonosobo lebih rendah daripada yang diinokulasi G. manihotis isolate Bogor, (iii) nilai laju infeksi (r) paling rendah terjadi pada bawang putih diinokulasi dengan Glomus sp. Isolate Karanganyar.
Hal ini menunjukkan bahwa Glomus sp. Isolat Karanganyar cukup efektif menekan laju perkembangan penyakit bercak ungu pada varietas Lumbu Kuning, daripada Glomus sp. Solat Wonosobo dan G. monihotis isolate Bogor. Fakta tersebut menunjukkan bahwa jamur MVA yang diintroduksikan secara tunggal dapat menekan laju infeksi penyakit bercak ungu, karena jamur MVA dapat membatu tanaman menjadi lebih tahan dalam menghadapi tekanan penyebab penyakit yang bersifat nekrotofikâ€, terang pak Zainal. (Humas UGM).