FISIPOL UGM menyelenggarakan Talkshow Bedah Program Capres/Cawapres bagian kelima, Kamis (4/4) di Auditorium Mandiri. Talkshow pamungkas ini mengangkat isu infrastruktur, daerah tertinggal, dan pemerataan pembangunan.
“Sebelumnya kita sudah mengadalkan 4 kali talkshow, dan hari ini kita sampai pada putaran yang terakhir. Acara ini diadakan sebagai ajang pendidikan politik bagi anak muda kita,” tutur Dekan FISIPOL, Dr. Erwan Agus Purwanto.
Topik yang diangkat dalam bedah program kali ini menyangkut persoalan yang sangat dekat bagi Bangsa Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau. Pembangunan menjadi isu yang tidak pernah habis untuk didiskusikan, mengingat wilayah Indonesia yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke tidak sedikit memunculkan persoalan kesenjangan yang lebar.
Dalam acara ini, Tim Kemenangan Nasional pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin diwakili oleh Eva Kusuma Sundari dan Inas Nasrullah Zubir, sementara Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno diwakili Rizal Ramli dan Haryadin Mahardika.
Pada sesi pemaparan program, Eva yang mendapat giliran berbicara pertama memaparkan beberapa poin dari visi dan program kerja pasangan nomor urut 1, juga berbagai perbaikan yang sudah dilakukan oleh pemerintahan saat ini di bawah kepemimpinan Jokowi, khususnya dalam bidang pembangunan infrastruktur.
“Pemerintah membangun infrastruktur bukan demi infrastruktur itu sendiri, tetapi untuk kesejahteraan manusianya. Jika saat ini dilaporkan ada kenaikan kesejahteraan di desa, itu adalah sumbangan dari pembangunan infrastruktur,” papar Eva.
Terkait topik tersebut, Inas menambahkan bahwa Jokowi memiliki perspektif pembangunan infrastruktur yang berbeda dari pemimpin sebelumnya yang menganggap bahwa sarana transportasi mulai dibangun ketika ekonomi telah berkembang.
“Infrastruktur itu dibangun bukan menunggu ekonominya sudah berkembang. Justru itu disediakan dulu, supaya ekonomi itu berkembang,” ucapnya.
Menjawab kritikan terkait besarnya biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur beberapa tahun terakhir, Inas mengutarakan bahwa biaya tersebut menjadi hal yang wajib dikeluarkan oleh negara demi kesejahteraan rakyat.
“Ini tidak bisa diukur untung atau rugi. Pembangunan adalah kewajiban negara atas rakyat berdasarkan UUD 1945,” kata Inas.
Dalam sesi yang sama, Rizal Ramli menyampaikan apresiasinya atas upaya yang telah dilakukan pemerintahan Jokowi di dalam pembangunan, khususnya di dalam memperluas konsentrasi pembangunan hingga mencakup wilayah di luar Pulau Jawa untuk mengurangi kesenjangan.
Meski demikian, ia menganggap bahwa pelaksanaan pembangunan infratruktur beberapa tahun belakangan cukup bermasalah dan bahkan meninggalkan trauma bagi berbagai pihak.
“Ada oversupply, overprice, dan overborrowing. Ini trauma tiga O,” ucap Rizal.
Ia menyebut bahwa proyek tol di wilayah utara Pulau Jawa menyebabkan kerugian negara hingga 300 Milyar. Hal ini, menurutnya, terjadi karena adanya kecerobohan pada perencanaan.
“Persoalannya terletak pada planning. Padahal, negara-negara besar seperti Cina, itu kekuatannya pada planning,” ungkapnya.
Sementera itu, di bidang ekonomi, Haryadin mengungkapkan bahwa pasangan nomor urut 2 mengusung 3 reformasi struktural yang dianggap dapat membenahi berbagai isu yang dihadapi saat ini, salah satunya berupa reformasi perpajakan dengan memisahkan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan.
“Ditjen Pajak punya keterbatasan di dalam perekrutan karena masih dalam satu rangkaian kementerian yang sangat besar. Ketika dipisahkan maka mereka bisa lebih mudah mencari SDM yang terbaik,” jelasnya. (Humas UGM/Gloria)