Center for Digital Society (CFDS) kembali menyelenggarakan Digitalk untuk edisi yang ke-28 pada Selasa sore (2/4) lalu di Convention Hall lt.4 Fisipol UGM. Tema yang diusung kali ini adalah “Masa Depan e-Sport di Indonesia”. Forum diskusi kali ini diadakan sebagai bentuk diseminasi hasil riset Digital Intelegence Lab CfDS terhadap popularitas penyelenggaraan Piala Presiden e-Sport 2019 dan perkembangan lanskap e-Sport Indonesia pada masa mendatang.
Digitalk kali ini diawali dengan pemaparan tim Digital Intelegence Lab CfDS tentang hasil peneltian mereka tadi. Menurut Wava Carissa Putri, selaku asisten riset tim, topik tersebut penting untuk diangkat karena berdasarkan data yang mereka temukan, pemain gim di Indonesia mencapai 43,7 juta orang. ”Jumlah tersebut tersebut, terbagi atas pemain di berbagai platform, seperti mobile, pc, dan konsol,” ujarnya.
Akan tetapi, Treviliana Eka Putri, selaku manajer tim, menyebut bahwa aktivitas bermain gim ini belum bisa disebut sebagai e-Sport. Ia menjelaskan bahwa seseorang bisa dikatakan menjalankan aktivitas e-Sport ketika mereka bermain gim dalam bentuk kompetisi. “Jadi, jika seseorang bermain gim hanya untuk mencari kesenangan atau mengisi waktu luang tidak bisa dikatakan sebagai e-Sport,” tuturnya.
Oleh karena itu, bersamaan dengan hingar bingar penyelenggaraan Piala Presiden e-Sport 2019, Trevi bersama timnya ingin melihat sejauh apa perkembangan e-Sport di Indonesia dan bagaimana prediksi untuk ke depannya. Kompetisi tersebut sendiri mereka pilih karena merupakan salah satu kompetisi e-Sport dengan popularitas yang tinggi di kalangan pemain gim.
“Piala Presiden e-Sport 2019 ini menjadi salah satu kompetisi e-Sport dengan prizepool tertinggi di Indonesia. Selain itu, peserta yang turut serta dalam kompetisi ini juga yang terbanyak. Kompetisi ini mencapai peak view sebanyak 120 ribu dan total views sebanyak 6,2 juta,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Trevi menyebut bahwa popularitas itu masih bisa berkembang untuk masa mendatang, terlebih karena melihat keterlibatan pemerintah di dalamnya. Berdasarkan data temuan mereka, akibat dari perkembangan industri e-Sport ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara sebesar 2,216 Miliar. Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 37,3 %.
Atas hasil temuan tersebut, Trevi menganggap bahwa kehadiran e-Sport ini telah menjadi disrupsi baru. Disrupsi tersebut, menurutnya, akan memberi perubahan dalam industri olahraga Indonesia. “Hal itu baik dalam struktural kepengurusan keolahragaan maupun perekonomian yang beriringan dalam satu ekosistem,” sebutnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Simon, salah satu pembicara yang hadir sore itu. Ia menerangkan bahwa saat ini sudah terdapat lembaga yang membawahi bidang e-Sport di Indonesia, yakni IESPA yang dikepalainya untuk cabang Yogyakarta. “Anggaplah kami seperti PSSI untuk e-Sport di Indonesia,” sebutnya.
IESPA yang telah terbentuk sejak 2014 ini, jelas Simon, bertujuan untuk membina dan memajukan e-Sport di Indonesia. Asosiasi ini menjadi wadah bagi komunitas pemain gim di Indonesia yang tertarik untuk mengembangkan bakatnya untuk mencapai prestasi tertinggi dalam bidang e-Sport.
Simon memaparkan bahwa fokus IESPA kali ini adalah menyosialisasikan tentang e-Sport serta melakukan seleksi untuk atlet SEAGAMES. Ia menyebut kenapa sosialisasi tentang e-Sport penting karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat perbedaan mendasar antara bermain gim dan e-Sport.
“e-Sport seperti olahraga lainnya dituntut untuk selalu serius dan disiplin. Evaluasi selalu dilakukan tiap selesai bertanding untuk melihat kekurangan dalam permainan. Jadi, tingkat kesenangannya lebih sedikit dibanding bermain gim biasanya,” paparnya.
Hasyim Muhammad, mantan pemain profesional e-Sport untuk gim Dota 2, membenarkan pemaparan Simon. Ia menceritakan pengalamannya dulu harus berlatih selama lima jam sehari dari Senin hingga Jumat. “Selama itu, kami tidak hanya bermain saja, tetapi juga melakukan evaluasi tiap seusai permainannya,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah atlet e-Sport bisa disebut sebagai sebuah pekerjaan, Hasyim mengiyakannya. Selama dikontrak oleh timnya, ia mendapat gaji tetap perbulan, dan masih bisa bertambah jika menggunakan platform streaming yang melakukan kerja sama dengan timnya. “Kemudian tiap memenangkan kompetisi, kami masih mendapat bonus lagi,” terangnya.
Terakhir, Hasyim memberi tips bagi para penggemar gim di Indonesia yang ingin menjadi pemain profesional. “Dunia gim masih dipandang negatif di Indonesia, utamanya oleh para orang tua. Untuk itu, bagi yang ingin ke dunia profesional, kalian harus membuktikan orang tua dengan pencapaian, seperti dengan memenangkan kompetisi. Hal tersebut akan membuat mereka memahami bahwa aktivitas yang kalian lakukan tidak hanya bermain-main belaka,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)