
Dinas Koperasi dan UKM DIY menyelenggarakan sosialisasi “Pengenalan Model Global Gotong Royong (G2R) Tetrapreneur Budaya” baru-baru ini. G2R Tetrapreneur merupakan gerakan gotong royong wirausaha desa berbasis 4 pilar yaitu rantai (Tetra 1), pasar (Tetra 2), kualitas (Tetra 3), dan merek wirausaha (Tetra 4) untuk mengangkat kemandirian dan kewibawaan produk desa menjadi ikon-ikon dunia. Model G2R Tetrapreneur merupakan ini dikembangkan oleh konseptor dan Tenaga Ahli G2R Tetrapreneur, Rika Fatimah P.L., S.T., M.Sc., Ph.D, dari FEB UGM.
Pada tahun 2018, G2R Tetrapreneur telah dilaksanakan di Desa Wukirsari dan Desa Girirejo sebagai pilot village G2R Tetrapreneur dan telah menyelesaikan Tetra 1 dengan produk unggulan dari masing-masing desa. Selanjutnya, pada tahun 2019, kedua desa tersebut memasuki Tetra 2 yaitu ‘penciptaan pasar non-kompetisi’.
Pada tahun yang sama, yaitu 2019, pengembangan G2R Tetrapreneur yang diusung oleh Dinas Koperasi dan UKM DIY ini akan lebih mengedepankan kebudayaan sebagai akar dari kewirausahaan. Dengan demikian, program ini akan lebih dikenal sebagai Global Gotong Royong (G2R) Tetrapreneur Budaya.
Menurut Rika Fatimah kegiatan ini akan bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan DIY dalam program Adat, Seni, dan Tradisi. G2R Tetrapreneur Budaya ini akan dilaksanakan di 5 Desa Mandiri Budaya. Kelima desa itu, yaitu Desa Bejiharjo dan Desa Putat (Kabupaten Gunung Kidul), Desa Sabdodadi (Kabupaten Bantul), Desa Pagerharjo (Kabupaten Kulon Progo), serta Desa Bangunkerto (Kabupaten Sleman).
Rika menyampaikan bahwa kunci dari keberhasilan G2R Tetrapreneur adalah kebersamaaan masyarakat. “Kita itu sukses bareng-bareng, kaya bareng-bareng, maju juga bareng-bareng. Jangan sampai diri sendiri saja yang maju bisnisnya. Kita mau sekadar jualan saja, atau kita mau berbisnis dengan besar, itu kuncinya juga hanya kita sendiri,” urainya.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY, Ir. Srie Nurkyatsiwi, M.M.A., menyebut alasan dipilihnya desa budaya sebagai pilot village G2R Tetrapreneur Budaya karena desa budaya jangan sampai hanya untuk budaya saja, namun juga harus dikembangkan kewirausahaannya.
“Desa budaya tidak hanya menjadi ‘tempat buang sampah’ wisatawan saja, namun UMKM juga harus maju,” katanya.
Rangkaian dari program G2R Tetrapreneur Budaya diawali dengan Training of Traineer (ToT) yang diselenggarakan di lima kelima desa tadi. Tujuannya adalah untuk memilih produk unggulan desa yang sesuai dengan kriteria produk unggulan G2R Tetrapreneur Budaya. (Humas UGM/Hakam)