
Indonesia menjadi negara dengan perokok aktif terbanyak di ASEAN. Lebih dari sepertiga populasi Indonesia (36.3%) adalah perokok. Bahkan, Yogyakarta, kota yang dikenal sebagai kota berpendidikan dan berbudaya, berada di peringkat ke-4 dengan jumlah perokok tertinggi di Indonesia di bawah Jakarta, Surabaya, dan Medan.
Persoalan ini mendorong Center For Indonesian Medical Students’ Activities (CIMSA) UGM menyelenggarakan Lion King: Early Prevention of Drug Use and Smoking di SMPN 4 Ngaglik pada Sabtu (6/4) lalu untuk memberikan pemahaman kepada para siswa tentang bahaya narkoba dan merokok secara faktual.
“Kami selalu percaya bahwa preventif lebih baik daripada kuratif. Untuk alasan ini, kami melanjutkan komitmen kami kepada masyarakat melalui sebuah project bernama Lion King, mendukung SDG 3 Good Health and Well Being,” tutur Helen Natalia.
Data Kemenkes RI menyatakan bahwa prevalensi tersebut naik dari 20,30% pada tahun 2010 menjadi 23,10% pada tahun 2016. Berdasarkan data yang sama, angka perokok muda yang tinggi ini dinilai tidak sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019 yang menargetkan penurunan prevalensi perokok menjadi 5,2%.
Ia juga menyebutkan data Riskesdas DIY pada 2013 yang menunjukkan bahwa sebagian besar perokok pertama kali mencoba merokok dalam kisaran usia 10-14 tahun atau 15-19 tahun.
Kegiatan sosialisasi yang mereka lakukan dimulai dengan penyampaian materi tentang narkoba dan rokok kepada siswa-siswi di empat kelas yang berbeda oleh anggota CIMSA yang telah mendapatkan pelatihan. Selanjutnya, siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengikuti lomba poster bertema narkoba dan rokok.
“Kami berharap dengan mengadakan kompetisi ini, para siswa dapat belajar bagaimana mengajak orang lain untuk berhenti atau menghindari narkoba dan rokok dalam bentuk poster,” terangnya.
Diikuti oleh outdoor games, para mahasiswa mendirikan enam pos permainan, di antaranya pengenalan preparat kanker akibat merokok dari laboratorium Patologi Anatomi FK-KMK UGM, serta Focus Group Discussion.
“Dalam Focus Group Discussion, kami mengajak para siswa untuk berdiskusi seputar permasalahan tingginya jumlah perokok dan pengguna narkoba di Indonesia dan apa yang harus dilakukan ketika orang-orang terdekat kita adalah perokok,” imbuh Helen.
Di akhir FGD, mereka mengajak para siswa untuk menuliskan pesan dan harapan mereka untuk perokok dan pengguna narkoba di sekitar mereka. Papan itu kemudian diberikan ke sekolah sebagai kenang-kenangan.
Kegiatan sosialisasi diakhiri dengan sharing session dengan BNNP DIY dan Raja Bandar (Gerakan Jauhi Bahaya Napza dan Rokok) UGM. Narasumber dari dua lembaga tersebut membagikan pengetahuan dan pengalaman sesuai bidang keahlian mereka masing-masing.
“Mudah-mudahan, melalui Lion King, para siswa SMPN 4 Ngaglik dapat memiliki persepsi yang lebih tentang penggunaan narkoba dan merokok, dan tumbuh dewasa menghindari mereka,” pungkasnya. (Humas UGM/Gloria)