
Fakultas Filsafat UGM menyelenggarakan “Lomba Cerita Anak” pada Minggu (21/4) di Fakultas Filsafat UGM. Lomba ini merupakan salah satu bagian dari Festival Nusantara (Fenusa) 2019 yang diinisasi oleh Laboratorium Filsafat Nusantara (Lafinus) Filsafat UGM.
Lomba ini diikuti oleh 20 anak kelas 1 hingga 5 SD dari berbagai daerah di Indonesia yang telah diseleksi oleh panitia sebelumnya. Mereka unjuk diri di depan panggung dan bercerita tentang dongeng-dongeng rakyat di nusantara.
Nurlailatil Mutaharoh selaku Ketua Panitia Fenusa 2019 menyebut bahwa kegiatan ini merupakan agenda tahunan dari Lafinus. Kemudian, alasan dipilihnya Lomba Cerita Anak sebagai acara utama karena keresahan akan kondisi anak Indonesia di tengah era teknologi masa kini.
“Anak-anak sekarang lebih banyak berkutat dengan gawai. Mereka kurang tertarik untuk membaca dan mendengar dongeng ataupun cerita lagi. Untuk itu lomba ini dipilih sebagai kegiatan utama Fenusa 2019,” ungkap Mahasiswa S2 Ilmu Filsafat ini.
Namun, setelah melihat video yang masuk selama tahap seleksi, Nur mengaku puas sebab ternyata masih terdapat anak-anak yang tertarik dengan dongeng. Bahkan, ia mengungkapkan kegiatan ini yang seharusnya hanya difokuskan di area DIY saja, ternyata mendapat respons positif dari berbagai daerah lain. “Dari 20 peserta ini, ada dua anak yang berasal dari Sidoarjo, Jawa Timur dan Konawe, Sulawesi Selatan,” paparnya.
Nur berharap dengan adanya acara ini dapat meningkatkan minat anak-anak Indonesia untuk membaca dan mendengarkan dongeng. “Dengan semakin meningkatnya minat tersebut, dongeng-dongeng rakyat tersebut juga akan semakin lestari menjadi budaya bangsa kita,” ujarnya.
Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., yang turut hadir untuk membuka acara mengapresiasi kegiatan ini. “Dongeng merupakan warisan budaya kita, jangan sampai anak-anak kita pada masa mendatang tidak mengenalnya,” tuturnya mengingatkan.
Agar lebih efektif, Panut menyarankan agar proses pelestarian budaya ini juga bisa dikolaborasikan dengan perkembangan teknologi. Ia menyebut bahwa pengemasan dongeng sekarang bisa dibuat lebih interaktif, misalnya melalui media video di Youtube.
“Semoga kegiatan semacam ini semakin dirutinkan dan digalakkan. Dengan demikian, harapan untuk melestarikan warisan budaya akan tercapai,” harapnya memungkasi. (Humas UGM/Hakam)