Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Gadjah Mada (Mapagama) melakukan kegiatan penjelajahan bertajuk “Ekspedisi Putri Tanah Minang” di Desa Pinaga, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat pada 17-27 April 2019.
Tim yang dikirimkan oleh Mapagama dalam ekspedisi tersebut seluruhnya adalah perempuan. Tim terdiri dari 12 mahasiswi anggota Mapagama dan 1 mahasiswi program intrenasional UGM.
Mereka adalah Demetria Alika P (Kehutanan, 2018), Aloysiana Intan O.D (Ilmu Budaya, 2018), Nur Rima R (Fisipol, 2018), Linasari (Sekolah Vokasi, 2018), Deswita Ayu Wandira (Ilmu Budaya, 2017), Alfira Ihda (Sekolah Vokasi, 2017), Rahayu Septiningsih (Sekolah Vokasi, 2016), Alfia Municha (Ilmu Budaya, 2016), Mayang Sari (Filsafat, 2016), Hajar Lutviah (Kehutanan, 2015), Eva Lutvi Atur N (Fisipol), Chordya Iswanti (Pertanian) dan Miranda Ellen Lucas (Ilmu Budaya, 2018).
“Memperingati hari Kartini, kami menjadikan momen ini ajang untuk menunjukkan eksistensi perempuan dalam pengabdian kepada masyarakat dan kegiatan pencinta alam,” jelas koordinator tim ekspedisi, Deswita Ayu, dalam rilis yang diterima Kamis (25/4).
Dia menyebutkan dalam ekspedisi kali ini mereka melakukan pengabdian dan pendidikan di SDN 21 Pasaman serta masyarakat sekitar kaki gunung Talamau via Pinaga. Tim Mapagama memberikan edukasi tentang pendidikan cinta lingkungan dan kesehatan reproduksi.
“Kami melakukan edukasi terkait kesehatan reproduksi karena akses informasi mengenai kesehatan reproduksi disini masih sangat minim. Ditambah dengan anggapan membicarakan kesehatan reproduksi masih dianggap tabu oleh masyarakat,” ungkapnya.
Selain melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat, tim Kartini Mapagama UGM juga melakukan pendakian di Gunung Talamau. Gunung ini merupakan atap tertinggi di Sumatra Barat dan gunung yang memiliki kaldera terbanyak di Indonesia. Dalam pendakian kali ini tim mencoba tetap konsisten dengan menerapkan ‘less waste’, yang tahun sebelumnya telah diterapkan melalui pendakian di Gunung Latimojong, Sulawesi Selatan.
Penerapan less waste ini berupa tidak adanya penggunaan barang yang menghasilkan sampah plastik yang susah diurai pada seluruh logistik pendakian. Semua menggunakan wadah ramah lingkungan yang tidak sekali pakai dan mudah diurai.
“Berangkat dari kesadaran dan aksi nyata yang dilakukan oleh diri kita sendiri serta sebagai salah satu langkah persuasif bagi para penggiat alam lainnya untuk mengurangi penggunaan barang yang menghasilkan sampah plastik dalam kegiatan petualangan”, pungkasnya. (Humas UGM/Ika)