
Pasca pemungutan suara 17 April lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi sasaran utama isu negatif di media sosial dibanding sejumlah isu negatif yang mengarah pada kedua paslon capres dan cawapres. Meski isu negatif ini sudah ada sebelum pileg dan pilpres, namun pasca pemungutan suara, frekuensinya bertambah lebih dari 70 kali lipat. Peningkatan isu negatif ini ditengarai akibat adanya pertentangan antar pendukung kedua paslon dalam menanggapi hasil quick count dan minimnya pendidikan dan pengetahuan politik di kalangan pemilih. Hal itu dikemukakan oleh peneliti Pusat Kajian Politik dan Pemerintah (PolGocv) Fisipol UGM, Dr. Abdul Gaffar Karim, kepada wartawan, Senin (29/4), di Digilib Cafe Fisipol UGM usai menyampaikan laporan Polgov soal peta percakapan isu negatif dalam pemilu 2019.
Gaffar mengatakan sebelum pemungutan suara, kedua paslon menjadi sasaran utama isu negatif. Dibandingkan terhadap kedua paslon, isu negatif terhadap KPU termasuk yang paling rendah. Selanjutnya, frekuensi isu negatif terhadap kedua paslon cenderung menurun pada hari pelaksanaan pemilu. Namun, pasca pemungutan suara, isu negatif terhadap KPU justru mengalami kenaikan “Ada peningkatan sekitar 70 kali lipat terhadap KPU atau tiga kali lipatnya isu negatif terhadap paslon,” ujar pengajar Departemen Politik dan Pemerintahn Fisipol UGM ini.
Peningkatan frekuensi isu negatif terhadap lembaga KPU ini, menurut Gaffar, tidak lepas dari pro kontra antar kedua pendukung paslon dalam menanggapi pemenang pilpres setelah munculnya hasil hitung cepat yang dilakukan lembaga survei. “Di medsos ada pro dan kontra terhadap hasil quick count,” katanya.
Selain pertentangan hasil hitung cepat, banyaknya isu negatif yang diarahkan ke lembaga penyelenggara pemilu juga disebabkan masih minimnya pendidikan politik di kalangan para pemilih. “Pengetahuan dan pendidikan politik masyarakat sangat diperlukan agar tidak muncul efek dari isu negatif dalam pemilu,” katanya.
Wegik Prasetyo, anggota peneliti PolGov lainnya, menyampaikan dari analisis big data peta percakapan isu negatif yang mereka lakukan pada 12-22 April lalu berhasil mengumpulkan sebanyak 15.486 twit terkait isu negatif terhadap masing-masing paslon serta KPU. Meski tidak semua twit negatif ini memiliki identitas lokasi, namun dari hasil pantauan PolGov, lokasi twit negatif terbanyak berasal dari daerah Provinsi Jawa Barat sebanyak 1.031 twit dan DKI Jakarta 856 twit.
Selanjutnya, untuk sebaran isu negatif setelah pemilu 17 April ditemukan sekitar 13.030 twit negatif. Dari jumlah tersebut persentase terbesar diarahkan ke KPU sebagai sasaran isu negatif. “Target isu negatif ke KPU sekitar 54 %, ke paslon 01 sekitar 32,3% persen dan ke paslon 02 sekitar 12,9 %,”katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)