
Orientasi dan perilaku berbelanja seseorang bisa dipengaruhi banyak hal, termasuk faktor religius. Di satu sisi, agama bisa menjadi dasar untuk menyusun strategi pemasaran, agar suatu produk menjadi lebih dicari oleh konsumer yang menjadi target. Di sisi lain, agama juga mengajarkan tentang keugaharian atau gaya hidup yang sederhana.
“Keugaharian adalah suatu bentuk dari penguasaan diri. Agama mengajarkan manusia untuk hidup secara sederhana, tidak berlebihan dan boros,” terang Daru Asih saat mengikuti ujian terbuka program doktor di Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Senin (29/4).
Disertasi yang ia susun berjudul “Religiosity and Spirituality: The Measurement and Influence on Frugality and Shopping Orientation”. Konsep keugaharian, jelasnya, membantu menjelaskan bagaimana konsumen menggunakan barang dan jasa. Konsep ini dapat dilihat sebagai bagian dari gaya hidup seseorang, yaitu gaya hidup yang sederhana. Gaya hidup ini memiliki konsekuensi, termasuk keputusan membeli dan orientasi belanja.
Di samping menganalisis pengaruh religiusitas dan spiritualitas terhadap keugaharian, riset ini juga menganalisis pengaruh dari religiusitas, spiritualitas, dan keugaharian terhadap orientasi belanja. Pendekatan tipologi pembelanja ini telah digunakan untuk waktu yang lama untuk mengukur perilaku membeli. Namun, persoalan utama dengan riset perilaku ini adalah bahwa berbagai macam temuan riset tidak dapat selalu digeneralisasikan.
“Karena itu, tujuan dari riset ini adalah untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan orientasi belanja mereka, lalu mengaitkannya dengan konstruksi religiusitas, spiritualitas, dan keugaharian, artinya untuk melihat apakah orientasi belanja dapat dipengaruhi oleh tingkat religiusitas, spiritualitas, dan keugaharian orang tersebut,” paparnya.
Pengumpulan data ia lakukan secara daring dengan 539 responden yang terdiri dari 310 orang perempuan dan 229 laki-laki. Hasil uji validitas diskriminan menunjukkan bahwa konstruksi religiusitas berbeda dengan konstruksi spiritualitas
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa spiritualitas memiliki pengaruh positif terhadap keugaharian, sementara pengaruh religiusitas terhadap keugaharian tidak signifikan.
“Jadi, semakin tinggi tingkat spiritualitas seseorang, semakin sederhana orang tersebut dalam menjalankan hidupnya,” ucap Daru.
Hasil ini juga mengonfirmasi bahwa ada pengaruh yang signifikan dari religiusitas perempuan terhadap keugaharian. Untuk pengaruh antara spiritualitas perempuan terhadap keugaharian, hasil riset menyatakan hasil yang tidak signifikan.
Hal ini berarti bahwa berkaitan dengan keugaharian, spiritualitas pada perempuan maupun laki-laki memiliki pengaruh yang positif terhadap keugaharian, sementara pengaruh religiusitas terhadap orientasi belanja tidak signifikan, demikian juga halnya dengan spiritualitas. (Humas UGM/Gloria)