Fakultas Filsafat UGM menyelenggarakan Studium Generale pada Sabtu (4/5) lalu di Grha Sabha Pramana (GSP) UGM. Kegiatan ini diperuntukkan bagi mahasiswa UGM yang mengikuti kelas Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU). Sekitar 2.000 mahasiswa dari sembilan fakultas di UGM, yakni FEB, Pertanian, Filsafat, Geografi, FISIPOL, FKG, FKKMK, Psikologi, dan Sekolah Vokasi, hadir pagi itu memenuhi lantai dua GSP.
Dr. Arqom Kuswanjono, Dekan Fakultas Filsafat UGM, menerangkan bahwa Studium General ini merupakan yang pertama kalinya diselenggarakan oleh fakultas bagi mahasiswa peserta MKWU. Rencananya kegiatan ini akan dilaksanakan tiap semester untuk ke depannya.
Untuk pelaksanaan kali ini, Arqom menjelaskan akan dilaksanakan dua kali, yakni 4 Mei dan pada 25 Mei mendatang. Hal itu karena jumlah peserta yang terlampau banyak sehingga perlu dibagi menjadi dua kloter. “Total ada 4.098 mahasiswa peserta MKWU dari berbagai fakultas di UGM. Hari ini yang hadir hanya separuhnya,” paparnya.
Tema yang diangkat untuk Studium Generale kali ini adalah “Pencegahan Radikalisme dan Penguatan Identitas Bangsa di Perguruan Tinggi”. Menurut Arqom, tema tersebut dipilih karena melihat maraknya penyeberan paham radikalisme di kampus-kampus sekarang ini.
“Ini adalah permasalahan yang serius dan perlu segera ditangani. Para mahasiswa yang menganut paham ini sudah kehilangan kepercayaannya kepada NKRI. Mereka ingin mengubah bentuk negara ini menjadi khilafiyah. Jika demikian, ancaman bagi negara tidak lagi berasal dari luar, melainkan dari dalam negara itu sendiri,” ungkapnya khawatir.
Hal tersebut dibenarkan oleh Prof. Ir. Dr. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr., Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan UGM. Ia menyebut kampus sekarang ini ibarat sebuah medan peperangan untuk merebut Indonesia. Di sisi lain, menurutnya, khitah kampus ini adalah untuk mengembangkan ilmu demi perkembangan bangsa dan negara. “Oleh karenanya, UGM selalu berusaha untuk membentengi generasi muda, utamanya mahasiswanya, agar terhindar dari ajaran-ajaran yang melemahkan negara,” ujarnya.
Beberapa upaya telah dilakukan UGM, papar Djagal, seperti Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru, MKWU, serta Kuliah Kerja Nyata. Melalui berbagai program tersebut UGM menanamkan kepada mahasiswa agar lebih mencintai bangsa dan negaranya. “Di luar semua itu, saya berpesan agar mahasiswa membangun filternya masing-masing,” tuturnya.
Terakhir, Djagal berharap adanya kuliah ini akan memberi mahasiswa pandangan baru. “Radikalisme dapat diartikan sebagai aliran yang mengubah sesuatu dengan cepat sampai akar-akarnya. Beberapa abad yang lalu, paham semacam ini membawa dobrakan ke arah yang lebih positif. Semisal Galileo yang medobrak pandangan tentang pusat tata surya dari geosenris menjadi heliosentris. Saya berharap mahasiswa sekarang dapat mencontoh radikalisme yang semacam itu,” pungkasnya sekaligus membuka acara. (Humas UGM/Hakam)