Dalam proses perkembangan anak, usia kalender atau chronological age tidak dapat dijadikan ukuran dalam memahami tidak dapat dijadikan ukuran dalam memahami perkembangan psikologis atau jika harus dijadikan ukuran maka usia diketegorikan sebagai crude index. Usia hanya sekedar jumlah waktu yang telah dilewati sejak anak lahir. Konsep tentang usia lebih ditekankan pada berbagai domain perkembangan anak yaitu: (i) biological age, yaitu determinan usia berkaitan dengan kapasitas fungsi system organ vital anak, semakin muda usia biologis anak akan semakin panjang harapan hidupnya; (ii) psychological age, ialah kapasitas adaptif seorang anak dibandingkan dengan kapasitas anak dari usia kalaneder yang sama, dikurur dari kemampuan adaptasi yang efektif melalui proses belajar, coping, control emosi, pengembangan motivasi serta kecerdasan; (iii) social age, berkaitan dengan katrampilan melakukan peran sesuai dengan yang diharapkan oleh norma social. Berdasarkan atas konsep usia dalam berbagai domain perkembangan tersebut, sudah sesuai dengan prinsip life-span perspective.
Demikian diungkapkan Prof. Dr. Endang Ekowarni Sutrisno Diatmi saat menyampaikan Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar pada Fakultas Psikologi UGM hari Senin (1/5) di Balai Senat UGM.
Dalam pidato berjudul “Pemahaman Dan Sensitivitas Terhadap Hak-Hak Serta Perlindngan Anak Dari Berbagai Bentuk Kekerasanâ€, ia mengemukakan bahwa usia kalender sangat relevan dalam prinsip normative age graded influences, bahwa faktor biologis maupun lingkungan dapat berpengaruh pada anak yang usianya setara. Prinsip normative tersebut dapat diterangkan bahwa pada kelompok usia tertentu anak-anak mulai tumbuh gigi; pada kelompok usia tertentu anak akan memasuki masa puber dan mendapar menstruasi pertama. Untuk mulai mengikuti pendidikan Sekolah Dasar, disyaratkan usia 6-7 tahun karena sudah dianggap mampu.
Di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar UGM Dekan Fakultas Psikologi Universitas Setia Budi Surakarta ini, lebih lanjut mengungkapkan dengan prinsip normative tersebut, maka anak yang usia kronologis-nya sama mungkin akan mencapai tingkat perkembangan yang berbeda, dalam pengertian mungkin lebih tinggi atau bisa juga lebih rendah. Perbedaan tingkat perkembangan ditentukan oleh proses perubahan (change) aspek biologis, kognitif dan sosioemosional. Konsep perkembangan ini akan lebih jelas dengan mengamati ketidakseimbangan perkembangan anak yang mengalami retardasi mental. Usia kelendernya setiap tahun bertambah tetapi tidak diikuti dengan peningkatan kemampuan biologis (sangat bergantung dengan karakteristik fungsi hormonalnya), kemampuan kognitif maupun sosioemosional. Apabila kemampuan kognitif diukur dengan alat dengan alat pengukur bahu (standardized test), dengan membandingkan antara penambahan usia dan peningkatan kognitif akan diperoleh angka yang menggambarkan tingkat kecerdasan atau yang lebih popular disebut IQ. Usia juga berkaitan dengan prediksi mengenai dampak kekerasan terhadap korban maupun dampak sanksi hukum terhadap pelaku yang masih berusia anak-anak.
Menyadur pendapat Berstein, Endang Ekowarni menyatakan bahwa anak-anak yang menjadi korban maupun pelaku kekerasan, menghadapi resiko yang sangat kompleks. Oleh karenanya sangat perlu dilakukan risk assessment untuk melakukan prediksi atas dampak kekerasan. Beberapa aspek yang perlu dicermati adalah: (i) bentuk atau jenis kekerasan; (ii) usia anak pada saat mengalami kekerasan; (iii) frekuensi terjadi; (iv) tingkat kekerasan yang; (v) proses hukum yang berkaitan dengan keterlibatan psikologi anak.
Ditambahkan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Propinsi DIY ini, bahwa untuk melakukan revisi pasal 1 Undang-Undang Peradilan Anak dari ketentuan usia 8 tahun menjadi 12 tahun sesuai dengan Beijing’s Rules, perlu pertimbangan mengapa anak pada usia kronologis 8 tahun dianggap layak untuk diadili dan dikenai hukuman pidana. Apabila direvisi menjadi 12 tahun, apakah ada dasar penalaran yang cukup adil bagi anak-anak? Apabila masih digunakan konsep usia kronologis, bagaimana dengan anak-anak yang mengalami ketidakselarasan antara usia kronologis dengan usia mental? “Dalam kenyataan, para penyandang retardasi mental juga mempunyai peluang untuk menjadi korban maupun pelaku kekerasan. Oleh karena itu masih perlu pengujian dan pengkajian lebih dalam sehingga tercapai tujuan untuk memberikan perlindungan kepada anak melalui kelembagaan serta perangkat hukum yang lebih adil dan memadai,†tegas ibu 3 anak ini. (Humas UGM)