Kebahagiaan menyelimuti hati Azkal Azkiya saat dinyatakan lolos SNMPTN dan diterima kuliah di Departemen Geodesi, Fakultas Teknik UGM. Terbayar sudah kerja kerasnya selama ini.
Azkal bercerita sudah lama ia memendam keinginan untuk bisa kuliah di Yogyakarta. Ia pun berusaha ekstra mengingat kondisinya yang tak sama dengan teman-teman lain pada umumnya.
Anak pasangan Tukijan dan Lili Andriyani ini sejak umur 6 tahun harus berpisah dengan ibunya karena persoalan keluarga. Ia kemudian tinggal dengan ayah dan kakaknya, Andri Singgih, dan banyak diasuh Waltini, bibinya.
Di rumahnya di jalan Sukamakmur, Ujung, Kecamatan Sail, Desa Sukamulya, Pekanbaru, Azkal sekeluarga tinggal bersama keluarga-keluarga lain dari saudara kandung ayah. Meski satu rumah ditinggali tiga keluarga, Azkal merasa beruntung karena bisa dekat dengan Waltini dan bisa mendapatkan banyak hal darinya.
“Bulik yang banyak dorong saya ke UGM karena bulik dulu kuliah di UNY. Kata bulik UGM dan UNY itu dulunya menjadi satu, makanya lalu ngasih gambaran-gambaran, akhirnya minat kuliah di Jogja,” ucap Azkal.
Azkal, dara kelahiran Semarang 15 Mei 2001 ini terbiasa berprestasi di sekolah. Hal itu ia tunjukkan sejak duduk di bangku SDN 88 Pekanbaru, SMPN 1 Pekanbaru dan SMAN 1 Pekanbaru. Catatan akademis Azkal selalu menjadi juara di kelas.
Raihan prestasi Azkal saat di SDN 88 Pekanbaru menjadikannya sering mendapatkan voucer senilai 100 ribu setiap kenaikan kelas. Dengan voucer itu, ceritanya, ia bisa bermain game zone saat liburan. Sebuah permainan yang tak selalu bisa ia mainkan setiap hari atau setiap minggu seperti teman-teman lainnya.
Prestasi akademik Azkal terus berlanjut saat ia duduk di bangku SMPN 1 dan di SMAN 1 Pekanbaru. Saat duduk di bangku SMAN 1 Pekanbaru, prestasinya cukup baik, semester 1 dan 2 juara 5, semester 3 dan 4 juara 4 dan semester 5 juara 3.
“Persaingan di SMA cukup ketat, meski tidak juara 1 atau 2 mungkin ini yang mengantar saya memilih Teknik Geodesi karena sejak awal memang minatnya sama teknik. Pengin sih jadi seorang geodeth, syukur bisa mengajar nantinya karena bulik dan bude guru,” katanya.
Melihat kondisi ekonomi keluarganya, Azkal cukup tahu diri. Ia pun selalu berusaha mencari cara agar terus bisa berprestasi. Dengan fasilitas yang serba sederhana, ia berusaha agar bisa belajar dengan baik.
Azkal selalu mencari peluang agar bisa mendapatkan informasi dan pelajaran-pelajaran yang sifatnya gratis. Azkal berprinsip belajar bisa dimana saja dan kapan saja. Saat berada di perpustakaan sekolahnya, ia memanfaatkan wifi gratis untuk mengunduh buku-buku, informasi dan latihan soal.
“Sekarang ini tidak bisa lepas dari handphone karena dari situ bisa mengikuti pembelajaran, les-les online gratis, seperti bimbingan di situs ruang guru, bisa juga mendownload buku-buku online yang bisa di download secara free,” katanya.
Agar tidak banyak keluar ongkos, Azkal pun berhemat dan tiap kali berangkat sekolah ia selalu membawa bekal makan siang. Azkal bersyukur jarak menuju ke SMA Negeri 1 Pekanbaru hanya 300 meter sehingga cukup baginya dengan berjalan kaki.
Tak banyak yang diharapkan Azkal. Ia hanya pengin ada kemudahan dan kelancaran untuk kuliahnya nanti. Ia sangat berharap pada beasiswa Bidik Misi, beasiswa yang ia ikuti dan daftar atas saran guru.
Sejenak memandang wajah ayahnya, Azkal berkaca-kaca hendak menangis. Sekuatnya ditahan agar tak tumpah air mata karena ia tahu selama ini ayahnya telah berusaha untuk membiayai sekolah dan kuliah kakaknya, Andri Singgih, yang tengah kuliah di UNRI.
“Bapak sudah berusaha, bulik dan bude disini juga bantu-bantu. Selama SMA yang bayar SPP bulik, bude kadang untuk keperluan lain memberi,” ucap Azkal.
Tukijan sebagai buruh sumur bor hanya bisa bersyukur Azkal diterima kuliah di UGM. Meski tidak mengeluh, raut wajahnya sangat mengharap ada pihak yang bisa membantu agar anaknya bisa kuliah.
Waltini, adiknya sendiri, mengaku sudah tak mampu lagi membantu Azkal karena biaya kuliah tak sama saat di SMA. Sementara, anaknya sendiri sudah mulai tumbuh besar dan butuh perhatian yang lebih.
Bekerja mungkin menjadi cara terbaik bagi Tukijan untuk kelanjutan kuliah anak-anaknya. Sayang, bekerja sebagai buruh sumur bor tidak menentu dan sangat bergantung pada order.
“Tidak mesti mas, ya kadang saya terima kerja apa saja perbaiki pipa bocor, atap rumah, perbaiki pintu. Apa saja, sebagai buruh sumur bor juga kadang hanya bawa 400 ribu setiap minggunya, itu saja kalau ada oder,” ujar Tukijan. (Humas UGM/ Agung)