Sampai saat ini banyak pihak mengakui peran dari program transmigrasi yang memberikan kontribusi signifikan, baik dalam mengatasi problematika kependudukan maupun kemiskinan. Problematika kependudukan secara kuantitatif saat ini angkanya sudah sangat besar.
Transmigrasi juga telah berperan menjadi semacam titik pertumbuhan di luar pulau Jawa. Program transmigrasi juga telah berkontribusi bagi lahirnya 2 propinsi baru, puluhan kabupaten dan ribuan kecamatan dan desa.
“Dari sini kita bisa mengatakan dalam berbagai aspek trasmigrasi telah menjadi ikon penting bagi pembangunan Indonesia, bahkan transmigrasi telah menginspirasi negara-negara lain, terutama negara-negara tetangga untuk mengembangkan hal yang sama dengan sedikit modifikasi,” ujar Dr. Anwar Sanusi, Sekretaris Jendral Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, di Fakultas Geografi UGM, Jumat sore (24/5).
Anwar Sanusi mengatakan hal itu saat membuka Forum Grup Discussion Penyusunan Arah Kebijakan Ketransmigrasian 2020-2024 bertema Pengembangan Ekonomi Kreatif/ Digital Untuk Percepatan Pengembangan Pembangunan Transmigrasi Sebagai Wujud Restorasi Transmigrasi. FGD digelar untuk mengupas adanya ketimpangan dan sebaran jumlah penduduk yang tidak merata di Indonesia.
Data Direktorat Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi dan Direktorat Jenderal Pengembangan Kawasan Transmigrasi menyebutkan bahwa di Indonesia saat ini terdapat sekitar 4,8 juta penduduk di wilayah transmigrasi. Jumlah ini sangat besar dan mengandung potensi yang juga besar untuk pengembangan dan pembangunan wilayah.
“Di saat kita berbicara mewujudkan Indonesia dan memperingati 100 tahun kemerdekaan, serta keinginan menjadi negara kelima terbesar dunia maka harus kita lakukan sejak sekarang sebuah desain kebijakan yang betul-betul efektif untuk menjemput impian tersebut,” ucapnya.
Anwar Sanusi menyebut saat ini ada sekitar 145 BUMDES yang memiliki omset di atas 1 miliar rupiah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa skenario pembangunan perdesaan telah berada pada jalur yang benar.
Oleh karena itu, momentum desa dan transmigrasi haruslah dikawal dengan baik karena ada potensi ekonomi dari desa. Selain itu, transmigrasi ke depan akan memberikan kontribusi bagi gross domestic produk.
“Untuk itu ada beberapa kunci yang harus dikembangkan, bagaimana konektivitas, hubungan antar wilayah transmigrasi dengan pedesaan, pedesaan dengan perkotaaan,” imbuhnya.
Dekan Fakultas Geografi UGM, Prof. Dr. rer.nat. Muh. Aris Marfa’i, M.Sc., mengingatkan kembali jika pulau Jawa sudah terlalu banyak penduduk. Sebanyak 60 persen penduduk Indonesia berada di pulau Jawa sehingga sangat wajar bila presiden dan pimpinan lainnya berusaha memindahkan ibu kota ke luar Jawa.
Berbicara soal transmigrasi, kata Aris, berarti juga berpikir tempat untuk transmigrasi dan itu adanya di luar pulau Jawa. Transmigrasi juga berbicara soal pertumbuhan ekonomi, menciptakan culture baru, dan melakukan pemerataan pembangunan.
“Meskipun jika kita mengejar pertumbuhan, pemerataan agak bergeser, sementara jika mengejar pemerataan maka pertumbuhan tidak signifikan. Di situlah tantangan kita bersama, salah satunya dengan penyebaran resources, baik SDM maupun SDA dan lain-lain,” terangnya.
Prof. Dr. Suratman, salah satu pembicara FGD, menyatakan transmigrasi merupakan amanah dari Soekarno – Hatta. Menyitir ucapan Soekarno yang mengatakan bahwa transigrasi ini adalah soal hidup mati bangsa, dan transmigrasi merupakan roh pembangunan nasional.
“Transmigrasi bukan memindahkan kemiskinan, tetapi memindahkan mindsetting dan human resources, kekuatan spirit, penyebaran tenaga ke seluruh wilayah tanah air,” ucap Suratman. (Humas UGM/ Agung)