Dalam perkembangannya telah terjadi kesenjangan atau “gap†antara pendidikan umum yang bertujuan meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budi pekerti yang baik melalui cara klasikal dengan pendidikan Islam yang masih konvensional yang bertujuan untuk penguatan wawasan keagamaan, menanamkan semangat kemandirian sebagai bentuk perjuangan melawan kedlaliman, serta mempertahankan budaya. Kesenjangan ini harus diatasi karena kalau tidak berbagai konsekuensi negatif dapat terjadi karena kesenjangan tersebut.
Demikian pernyataan Rektor UGM Prof. Dr. Sofian Effendi pada pembukaan “Pertemuan Pimpinan Pondok Pesantren se-Jawaâ€, hari Selasa (9/5) di ruang Balai Senat UGM. Dalam acara ini telah disepakati kerjasama antara Universitas Gadjah Mada dan Pondok Pesantren dalam bidang pendidikan.
“Tadi malam, waktu berbincang-bincang dengan beberapa kyai pemimpin pondok pesantren, saya menangkap adanya keinginan yang besar agar melalui program Ditjen Lembaga Pendidikan Islam ini dapat dihasilkan santri berpengetahuan yang mandiri disatu pihak, dan dilain fihak akan lahir teknokrat yang berakhlul kharimah. Harapan ini menurut adalah persis merupakan juga harapan kalangan perguruan tinggi. Kalau saya bisa berbicara atas nama 5 perguruan tinggi lainnya, kami dari kalangan perguruan tinggi juga mengharapkan melalui kerjasama pondok pesantren dan Perguruan Tinggi ini mudah-mudahan dapat menghasilkan para sarjana yang berakhlak mulia sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulallah dan sekaligus mengusai ilmu pengetahuan dan teknologiâ€, ujar Pak Sofian.
Pak Sofian juga berharap bahwa melalui kerjasama ini nantinya dapat menghasilkan para pendidik madrasah dan pesantren yang mengusai ilmu pengetahuan modern yang akan meningkatkan mutu pendidikan di madrasah dan pondok pesantren masing-masing.
Selain dihadiri Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakri, kegiatan ini juga dihadiri Menteri Agama RI Mohammad Maftuh Basuni, Menteri Koperasi dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Suryadarma Ali, 150 pimpinan pengasuh pondok pesantren serta pimpinan 6 Perguruan Tinggi Negeri dan tamu undangan.
Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni dalam sambutannya mengungkapkan bahwa pondok pesantren sangat potensial untuk mediasi dan kampanye pembangunan, karena memiliki nilai keunggulan yang jarang dimiliki lembaga lain.
“Nilai itu masih tetap relevan dengan kondisi kebangsaan saat ini. Salah satu nilai yang dimiliki pesantren adalah kemandirian,” ungkapnya.
Berkat kemandirian itu, menurut dia, jumlah pesantren mengalami peningkatan secara signifikan sejak tiga dekade terakhir. Saat ini terdapat sekitar 13 ribu pesantren yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Ia mengatakan, selain menunjukkan tingkat keragaman pandangan pimpinan pesantren dan independensi kyai, jumlah itu memperkuat argumen bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan swasta yang sangat mandiri dan merupakan praktek pendidikan berbasis masyarakat.
“Cukup banyaknya pesantren dengan beragam corak itu juga penting dalam rangka realisasi gerakan pendidikan untuk semua, akselerasi wajib belajar pendidikan dasar, dan meningkatkan indeks pembangunan manusia yang dituntut dalam kesepakatan berbagai negara tentang Millenium Development Goal (MDG),” ungkap Menag RI (Humas UGM).