Sebanyak 18 hasil inovasi yang dikembangkan oleh para dosen di berbagai perguruan tinggi dipamerkan dalam RekaTalks yang mengusung tema “Showcasing Innovation: Bridging Greater Collaboration for Future Growth”, di Gedung Engineering Research and Innovation Center (ERIC) Fakultas Teknik UGM, Kamis(11/7). Pameran ragam produk inovasi ini merupakan hasil dari program kreasi reka dari peserta Program Dana Padanan (PDP) Kemendikbud Ristek RI tahun 2023 yang telah dikurasi.
Dari kedelapan belas produk inovasi hasil matching fund kedai reka ini, empat diantaranya menampilkan produk inovasi karya dosen UGM meliputi meliputi Produk biodegradable polipropilen sebagai bahan alternatif plastik konvensional untuk kemasan makanan san kantong plastik. Produk inovasi ini dikembangkan oleh Dosen Teknik Kimia, FT UGM, Yuni Kusumastuti, M.Eng., D.Eng. Keunggulan produk inovasi ini memiliki kemampuan peningkatan degradasi atau lebih cepat mudah terurai dibandingkan plastik konvensional.
Sementara Guru Besar Fakultas Peternakan UGM Prof.Dr. Ir. Ali Agus menampilkan produk immunobooster untuk meningkatkan produktivitas dan peningkatan kesehatan ternak sapi dan domba. Produk makanan suplemen ini mengandung bahan berupa Jagung, kopra, bungkil kelapa sawit, corn gluten meal, onggok ketela singkong, dedak gandum, tetes tebu, minyak sawit, premix mineral dan premix vitamin.
Lalu ada produk inovasi berupa Toxin binder karya Dr. Musin Al Anas dari Fakultas Peternakan UGM yang mampu mengurangi toksin akibat pakan unggas yang tercemar jamur aspergillus flatus. Umumnya pakan unggas berupa jagung dan biji-bijian yang memiliki tingkat kadar air tinggi karena kondisi kelembaban maka akan mudah terserang jamur. Pakan yang diserang jamur apabila dikonsumsi unggas akan menyerang usus sehingga berdampak pada penurunan produktivitas dan tingkat imunitas unggas. Pakan tambahan ini ditengarai mampu mengurangi tingkat toksisitas dari jamur dengan mencampur 2 kg per ton produk ini pada pakan.
Selain produk inovasi dari peneliti UGM, juga dipamerkan produk inovasi dari perguruan tinggi lain seperti produk plester sariawan karya Prof Nasrul Wathoni dari Universitas Padjajaran. Produk menggunakan teknologi berbasis polisakarida alami kitosan dan alginat ini potensi membantu mengatasi sariawan.
Lalu inovasi dari Prof I Ketut Adnyana dari ITB mengembangkan produk skincare anti aging yang menggunakan bahan dari membran cangkang telur atau hydrolyzed egg shell membrane dalam bentuk serum.
Dalam talkshow RekaTalks, Guru Besar Fakultas Teknik UGM sekaligus Mantan Dirjen Diktiristek RI, Prof. Nizam mengatakan program matching fund kedai reka dan sekarang berganti nama PDP ini berangkat dari rendahnya komitmen industri bekerja sama dengan perguruan tinggi pada bidang riset dan pengembangan.
Nizam mengaku bersyukur, sejak adanya program ini berjalan peringkat Indonesia melompat jauh. Berdasarkan laporan Indeks Inovasi Global 2023 yang dirilis World Intellectual Property Organization (WIPO) menyebutkan peringkat Indonesia untuk kerjasama antara kampus dan industri masuk peringkat lima dunia dari 132 negara. “Tahun 2020 kita masih di peringkat 35 dunia,” jelasnya.
Naiknya peringkat indeks inovasi kerja sama kampus dan industri di dalam negeri ini ternyata juga mendongkrak peringkat Indonesia dari sebelumnya di peringkat 85 dunia dari 132 negara di tahun 2020 dan pada tahun 2023 lalu naik ke peringkat 61 dunia.
Menurut Nizam, kenaikan peringkat ini tidak lepas dari kerja keras kampus dalam menjalin kerja sama dengan industri dengan adanya program Kedai Reka yang mendanai program kerja sama dengan industri. “Setiap tahun Kemendikbud Ristekdikti mendanai 1.000 kerja sama kampus dengan industri, selain mendorong Science Techno Park yang ada di beberapa kampus,” katanya.
Kenaikan peringkat ini menurut Nizam harus dipertahankan dan ditingkatkan melalui banyak kerja sama dalam membangun inovasi lewat program riset dan pengembangan. “Saya kira ini momentum yang sudah dibangun harus terus bergulir. Jika tidak bisa kita pertahankan, peringkatnya akan turun lagi,” tegasnya.
Nizam berpendapat, jika kita ingin Indonesia menjadi negara maju maka SDM harus diperkuat, mampu berkompetitif, unggul dan berbasis inovasi. Oleh karenanya kampus tidak bisa berjalan sendiri namun membangun iklim inovasi yang harus didukung oleh sektor industri, perdagangan dan UMKM.
Anggota Tim Ahli Program Dana Padanan, Diktiristek, Prof. Dr. T . Basarudin mengatakan dengan adanya program PDP maka ada kesadaran bagi kampus umembangun kerja sama dengan industri. “Kegiatan kerja sama seperti ini semakin melembaga, saya kira ini menarik dan patut kita syukuri,” ujarnya.
Namun yang tidak kalah penting menurutnya, untuk membangun inovasi yang baik diperlukan kerja sama antar lintas disiplin karena baik pengguna inovasi maupun industri selalu menggunakan inovasi dari kegiatan riset yang melibatkan riset lintas disiplin ilmu.
Penulis : Gusti Grehenson