• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Mahasiswa UGM Teliti Resiliensi Kelompok Subak dalam Menghadapi Pembangunan Pariwisata

Mahasiswa UGM Teliti Resiliensi Kelompok Subak dalam Menghadapi Pembangunan Pariwisata

  • 24 Juni 2019, 09:10 WIB
  • Oleh: Satria
  • 2267
Mahasiswa UGM Teliti Resiliensi Kelompok Subak dalam Menghadapi Pembangunan Pariwisata

Subak merupakan kelompok pertanian tradisional yang terorganisir dalam hal pengelolaan irigasi pada masyarakat adat di Bali. Subak memiliki landasan berupa falsafah Tri Hita Karana yang merupakan konsep harmoni bagi masyarakat Bali. Falsafah Tri Hita Karana digunakan untuk memecahkan permasalahan pertanian karena berprinsip menjaga keharmonisan dengan Tuhan, sesama anggota Subak, serta lingkungan alam.

Dengan falsafahnya tersebut, kelompok Subak dikatakan sangat unik karena hanya ada satu-satunya di Indonesia, bahkan di dunia. Keunikannya tersebut membuat Subak diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO dalam kategori tangible dan intangible pada tahun 2012.

Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, semakin pesatnya pembangunan pariwisata di Bali dianggap tidak lagi sejalan dengan konsep pelestarian Subak. Beberapa permasalahan yang terjadi terkait di dalamnya adalah maraknya konversi lahan milik Subak, degradasi nilai Tri Hita Karana, dan lahirnya budaya pragmatis pada generasi muda yang menyebabkan mereka tidak mau menjadi petani untuk melestarikan Subak. Hal ini menjadi semakin kontradiktif mengingat pariwisata merupakan sektor utama penyokong ekonomi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Bali.

Permasalahan ini memberikan ide bagi Citra Cahya Adhieni dan Akhmad Khanif (Fakultas Ilmu Budaya), serta Rahmayanti (Fakultas Psikologi) untuk mengungkap ketahanan kelompok Subak dalam menghadapi pesatnya pembangunan pariwisata di Bali. Mereka dibimbing langsung oleh dosen Drs. Pande Made Kutanegara, M.Si, Ph.D., untuk mengangkat peneltian tersebut melalui program PKM PSH Kemristekdikti.

Citra Bersama timnya melakukan penelitian di Kabupaten Gianyar, Bali selama dua minggu, tepatnya dari 20 Aril sampai 3 Mei 2019. Mereka melibatkan melibatkan 18 informan, yang di antaranya kepala Subak (pekaseh), petani, Ahli Subak Bali, kepala adat, pengelola Museum Subak dan beberapa dinas terkait,

Hasilnya, Khanif memaparkan bahwa nilai Tri Hita Karana saat ini masih digunakan oleh para petani Subak dalam mengelola lahan mereka secara ideologis. Namun secara praktis, terdapat nilai yang mereka degradasi. “Nilai yang mulai terdegradasi antaranya adalah palemahan berupa menjaga hubungan harmonis dengan alam. Hal ini menyebabkan maraknya penjualan lahan,” kata Khanif, Senin (24/6).

Khanif melanjutkan ketika terjadi degradasi satu nilai dari Tri Hita karana maka akan menyebabkan nilai-nilai yang lain juga terganggu karena nilai ini saling berelasi satu sama lain. Sementara itu, dinamika yang terjadi adalah timbulnya dilema di antara kelompok Subak.

Rahmayanti mengungkapkan bahwa ada empat situasi yang menjadi dilema kelompok Subak, antara lain: (1) Tingginya biaya pengeluaran untuk bertani; (2) Berkembangnya pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata; (3) Keyakinan untuk menjalankan kepercayaan yang dianut; dan (4) Dorongan sosial.

Keempat situasi tersebut, menurut Rahmayanti, membuat petani anggota Subak sulit menjalankan pertaniannya. Hal itu terlebih ketika kondisi perekonomian petani terhimpit, maka akan sangat mudah untuk melepas lahan pertanian. “Pelepasan lahan pertanian milik Subak terjadi karena keinginan para pemilik lahan untuk meningkatkan taraf perekonomiannya. Mereka yang kemudian menjual tanahnya terdorong oleh empat faktor tadi,” ujarnya.

Ia menyimpulkan bahwa ketika empat kondisi tersebut terjadi secara terus menerus dan tidak ada solusi permasalahan yang bertujuan untuk menyejahterakan petani anggota Subak, maka lambat laun Subak akan mengalami kepunahan. “Subak merupakan warisan budaya intangible, sehingga kelestariannya tergantung dari apa yang terjadi di dalam kelompok Subak sebagai pelaku budaya,.” Katanya.

Windia, Ahli Subak Bali yang mereka temui, menegaskan bahwa telah banyak akademisi dan ahli yang merumuskan kebijakan untuk melestarikan Subak. Namun hal itu percuma karena pada akhirnya pemerintahlah sebagai pelaksana kebijakan yang dirasa belum dapat menggapainya dengan baik. “Saya merasa belum ada kebijakan strategis dari pemerintah untuk menjaga sawah dan subak,” tegasnya ketika mereka temui pada Selasa (21/5) lalu.

Citra menambahkan pemerintah perlu membuat kebijakan kembali dengam mengambil perspektif dari masyarakat terkait pelestarian Subak yang dapat menyejahterakan masyarakat meskipun berdampingan dengan pariwisata. “Jika mereka butuh Policy briefs bisa juga melibatkan kami karena ini  merupakan pertanggungjawaban tim kami setelah melakukan penelitian ini. Setidaknya nanti dapat dijadikan acuan kebijakan pelestarian subak pada tingkat-tingkat tertentu,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)

 

Berita Terkait

  • Mahasiswa Program Doktor UGM Teliti Model Pembelajaran Klinik

    Friday,27 August 2021 - 6:13
  • Resiliensi Faktor Penting Kasus Kehamilan Tidak Dikehendaki

    Wednesday,26 August 2015 - 14:23
  • Menyelisik Resiliensi Keluarga Penyintas Konflik di Aceh

    Monday,23 January 2017 - 16:19
  • MAHASISWA S2 PEROLEH BEASISWA PUSPAR UGM

    Thursday,17 March 2005 - 13:07
  • Membangun Wisata Pesisir Dengan Sinergisitas

    Friday,29 March 2019 - 10:43

Rilis Berita

  • Belajar dari Gempa Turki, Masyarakat Perlu Memiliki Rencana Evakuasi Mandiri 07 February 2023
    Bencana gempa bumi dengan magnitudo 7,8 melanda Turki dan Suriah pada hari Selasa (6/2) kemarin.
    Gusti
  • Aplikasi Layanan Ramah Disabilitas Buatan Mahasiswa Difabel UGM Raih Perak di IPITEX Bangkok 07 February 2023
    Aplikasi layanan ramah disabilitas buatan mahasiswa penyandang disabilitas daksa dari Departemen
    Ika
  • SPs UGM Lakukan Pengabdian di KHDTK Getas Blora 07 February 2023
    Sekolah Pascasarjana UGM (SPs) mengadakan serangkaian kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Belu
    Agung
  • Cegah Diabetes Pada Anak Dengan Membatasi Makanan Manis dan Lakukan Aktivitas Fisik 06 February 2023
    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat kasus diabetes pada anak meningkat signifikan pada t
    Ika
  • Tim Peneliti UGM Lakukan Riset Inverter Statik Kereta Api 06 February 2023
    Tim peneliti dari Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik Univers
    Gusti

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual