
Selama lebih dari dua pekan, harga ayam broiler hidup atau live bird jatuh ke titik terendah yakni sebesar Rp7 ribu-Rp9 ribu, sementara harga pokok produksi setiap kg mencapai Rp16 ribu hingga Rp18 ribu per kg sehingga banyak peternak yang mengalami kerugian besar, bahkan terancam bangkrut dan gulung tikar. Untuk mengatasi kondisi tersebut, Fakultas Peternakan UGM dan Fakultas Kedokterah Hewan UGM mendesak pemerintah untuk turun tangan segera mengatasi harga di kalangan peternak dengan menetapkan harga acuan atas dan harga acuan bawah baik untuk bibit, ayam hidup dan karkas. “Kami menyerukan untuk dilakukan penyelamatan peternak dan pelaku industri peternakan ayam mandiri ini,” kata Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof Dr. Ir. Ali Agus, kepada wartawan menanggapi anjloknya harga ayam broiler di kalangan peternak, Selasa (26/6).
Meski harga ayam hidup di tingkat peternak jatuh, imbuhnya, namun harga di tingkat konsumen Rp18 ribu per kg untuk ayam hidup dan Rp26 ribu hingga 32 ribu untuk karkas. Kesenjangan harga di tingkat peternak dengan konsumen ini, menurut Ali Agus, perlu untuk ditelusuri oleh pemerintah dan pihak berwenang agar peternak mandiri tidak merasa dirugikan. “Setiap pelaku usaha harus memiliki ruang yang fair dan adil dalam memperoleh keuntungan usahanya,” katanya.
Selain menetapkan harga acuan, Ali Agus juga meminta pemerintah melalui Kementerian dan Bulog bisa mengendalikan keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan daging ayam broiler di pasaran dengan mengurangi stok produksi bibit secara transparan. “Soal kebutuhan dan ketersediaan ini harus dilakukan secara cermat dan sungguh-sungguh,” katanya.
Tidak hanya itu, Ali Agus juga meminta pemerintah untuk meningkatkan proporsi usaha di sektor budi daya sehingga memungkinkan pelaku usaha peternakan ayam mampu bertahan dan memperoleh kesejahteraan. “Meski jumlah peternak mandiri ini hanya 20 persen dari seluruh pelaku usaha, namun puluhan ribu keluarga dan pekerja akan terancam jika usaha mereka bangkrut,” katanya.
Seperti yang dilakukan oleh pelaku usaha dari perusahaan besar di bidang usaha budi daya ini, Ali Agus juga meminta pemerintah untuk memfasilitasi para peternak dan pelaku usaha bisa memiliki usaha pemotongan bersama, gudang penyimpanan dan infrastrutur perkandangan yang lebih memadai. Oleh karena itu, ia berpendapat diperlukan restrukturisasi kebijakan di bidang industri perunggasan agar lebih efisen, berkeadilan dan memberikan pemerataan akses berusaha lebih luas. (Humas UGM/Gusti Grehenson)