Fakultas Teknik UGM membuka program studi (prodi) baru untuk tahun ajaran 2019/2020 mendatang. Prodi tersebut yakni Teknik Biomedis yang berada di bawah Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi (DTETI).
Sarjiya, ST., MT., Ph.D., Ketua DTETI, menyatakan keputusan untuk membuka jurusan baru ini karena menanggapi permintaan dari pemerintah. “Pada sekitar 2014 lalu, pemerintah menyurati beberapa universitas untuk membuka Prodi Teknik Biomedis. Namun, perintah tersebut tidak bisa segera kami laksanakan tahun itu karena belum siap, baik secara SDM maupun teknis. Baru pada tahun ini kami siap semuanya,”kata Sarjiya, Rabu (3/7).
Meski begitu, Sarjiya mengungkapkan bahwa biomedis sebelumnya sudah menjadi salah satu konsentrasi di Prodi Teknik Elektro. Jadi, menurutnya, penelitian mengenai biomedis bukan sesuatu yang baru lagi. “Sejauh ini kami sudah memiliki delapan doktor terkait biomedis. Selain itu, kami juga sudah menghasilkan produk-produk biomedis, walau masih berupa software untuk mendiagnosis penyakit,” ungkapnya.
Sarjiya menyebutkan dalam menjalankan Prodi Teknik Biomedis ini nantinya akan ada kolaborasi dengan beberapa fakultas, seperti MIPA, Biologi, dan Kedokteran. Hal itu karena dalam Teknik Biomedis pada dasarnya tidak seperti prodi lain di DTETI. “Jika di prodi lain DTETI fokusnya lebih banyak pada fisika, Teknik Biomedis menuntut mahasiswa juga harus menguasai kimia, biologi, dan kedokteran pula,” tuturnya.
Oleh karena itu, Sarjiyo berpesan kepada para mahasiswa yang masuk untuk menjaga semangatnya. Hal itu karena mereka nantinya perlu mendalami materi yang lebih banyak dari mahasiswa lainnya dibanding prodi lain. “Saya berharap semangatnya dari adik-adik mahasiswa agar bisa beradaptasi dengan iklim perkuliahan lintas disiplin ini,” harapnya.
Meskipun demikian, Sarjiya memaparkan bahwa peluang kerja bagi lulusan dari Teknik Biomedis ini terbuka lebar di Indonesia. Hal itu karena berdasarkan pesan yang diberikan oleh pemerintah ketika meminta dibukanya prodi ini, bangsa Indonesia sedang membutuhkan sarjana Teknik Biomedis.
Untuk alat-alat biomedis Sarjiya mengungkapkan bahwa Indonesia selalu mengimpor dari luar negeri. Oleh sebab itu, pemerintah meminta kampus-kampus di Indonesia untuk membuka Prodi Teknik Biomedis. Hal itu agar kita bisa memproduksi teknologi biomedis secara mandiri. “Apalagi awareness terhadap kesehatan di Indonesia terbilang tinggi,” ucapnya.
Terakhir, Sarjiya berharap prodi baru ini bisa berkembang secepatnya. Ia menyatakan biasanya suatu prodi dinilai dari lulusannya. Jika demikian maka memerlukan setidaknya 4 tahun lagi untuk melihat hal itu. Namun, jika dari segi penelitian, ia yakin prodi ini akan tumbuh lebih cepat mengingat penelitian yang sudah ada sebelumnya.
“Semoga Teknik Biomedis bisa menjadi prodi favorit, minimal di tingkat UGM. Mari bersama meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia di bidang kesehatan,” urainya. (Humas UGM/Hakam)