Ikatan Keluarga Pengerahan Tenaga Mahasiswa (IKPTM) menggelar Reuni Nasional IKPTM Ke-21 Tahun 2019 pada 5-7 Juli lalu. Gelaran kali ini diselenggarakan di Yogyakarta setelah sebelumnya di Semarang, dengan IKPTM Komisariat Daerah (Komda) Yogyakarta sebagai tuan rumahnya. Pembukaan acara dua tahunan tersebut digelar pada Jumat (5/7) di Hotel Abadi Malioboro, Yogyakarta.
Pada sesi peningkatan peran lembaga yang diselenggarakan pada malam harinya, Dr. Ir. Lestari Rahayu Waluyati, MP., selaku ketua IKPTM Komda Yogyakarta, mengucapkan selamat datang kepada 78 peserta yang hadir hari itu. Para peserta tersebut hadir dari berbagai Komda lain, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. “Seperti lirik dari himne dan mars IKPTM, acara ini diharapkan dapat mengembalikan marwah dan meningkatkan semangat generasi penerus dari para pelaku PTM, yang tidak lain adalah orang tua kita semua,” kata dosen Fakultas Pertanian UGM ini.
Salah satu agenda reuni tersebut adalah pemilihan ketua baru untuk Pengurus Pusat (PP) IKPTM. Setelah diakukan diskusi forum dan masukan dari berbagai Komda, akhirnya terpilihlah Prof. Ir. Anang Moh. Legowo, M.Sc., dari Semarang. Serah terima jabatan dilakukan malam hari itu, dengan penandatanganan dokumen yang dilakukan oleh perwakilan pengurus lama dengan ketua baru.
Dalam sambutan pertamanya sebagai ketua, Anang menyatakan tidak menyangka atas penunjukannya ini. Namun, ia berterima kasih karena sudah diberi kepercayaan. Untuk itu, ia meminta dukungannya kepada seluruh anggota IKPTM, baik yang hadir maupun tidak, untuk mendukungnya. “Semoga bisa mengemban amanah ini, mohon evaluasinya bersama,” harap dosen Fakultas Peternakan dan Pertaninan Universitas Diponegoro ini.
Acara malam itu juga dihadiri oleh salah satu murid PTM terdahulu. Ia adalah Mayor Jendral (Purn) TNI Pranowo. Ia yang berasal dari Lombok menceritakan bahwa ketika PTM datang kondisi keluarganya sedang kesulitan karena sang ayah baru saja pensiun. Ia beserta adiknya kesulitan untuk membiayai sekolah kala itu. Ia kemudian dibantu oleh salah seorang peserta PTM yang kala itu sedang berada di Mataram. Setahun setelahnya, giliran adiknya yang mendapat bantuan.
Pranowo melanjutkan bahwa berkat PTM itulah dirinya bisa berada di posisinya yang sekarang ini. Oleh karena itu, ia mendukung sepenuhnya jika roh PTM diteruskan oleh para generasi penerusnya seperti sekarang ini. “Puji Tuhan dengan PTM saya, adik, beserta kakak-kakak PTM yang membantu saya bisa mendapat kekuatan untuk tetap melanjutkan hidup sukses,” cetusnya.
Hal tersebut disetujui oleh Ir. Ambar Kusumandari, M.E.S., Kepala Subdirektorat Kuliah Kerja Nyata UGM yang hadir sebagai perwakilan dari UGM. Ia menceritakan bahwa dirinya juga salah satu saksi sejarah dari PTM. Kedua orang tuanya dulu adalah peserta PTM di daerah Singkawang, Kalimantan Barat. Ketika berangkat PTM, sang Ibu sedang mengandungnya. Ia akhirnya lahir di tempat orang tuanya mengabdi itu.
Ambar menyebutkan bahwa roh dari PTM ini tidak hanya diteruskan kepada para anak-cucu dari pelaku PTM itu saja. Namun, roh tersebut juga secara rutin diteruskan kepada para mahasiswa UGM yang melaksanakan KKN. “KKN sendiri juga lahir dari semangat PTM yang diinisiasi oleh Prof. Koesnadi Hardjosoemantri, mantan Rektor UGM dahulu. Semangat yang diusung dalam KKN juga masih sama, yakni memeratakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia di manapun berada. Terbukti, hanya KKN UGM yang menjangkau hampir ke seluruh provinsi di Indonesia,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Ambar menyebutkan di usia UGM yang sudah 70 tahun ini, tidak ada niatan sama sekali untuk menghapus mata kuliah KKN, meskipun banyak universitas lain sudah melakukannya. Sebaliknya, UGM malah membuat KKN menjadi trendsetter, hingga dikenal oleh dunia. “Beberapa tahun belakangan, mulai banyak mahasiswa asing yang mendaftar untuk ikut serta dalam KKN. Hal itu menjadi bukti bahwa KKN telah menjadi program pengabdian yang berhasil.
“Banyak program yang sudah dilakukan oleh mahasiswa KKN sejauh ini. Mereka berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan dari masyarakat yang di lokasinya dengan berbagai produk hasil kreativitas mereka. Walau hanya dua bulan, berbeda dengan PTM yang jangka waktu kerjanya selama dua tahun, semangat dari roh PTM masih mereka bawa hingga sekarang,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)