PRESS RELEASE – SEMINAR, 18 Mei 2006, di Fakultas Kedokteran Hewan UGM
Indonesia termasuk negara yang kaya akan keanekaragaman hayati satwa liar primata. Dari sekitar 195 jenis primata yang ada di dunia, 37 jenis diantaranya hidup di Indonesia. Sekitar 20 jenis diantaranya, di seluruh dunia secara alami hanya dapat ditemukan di wilayah Indonesia atau disebut primata endemik Indonesia. Primata tersebut banyak diantaranya termasuk jenis yang terancam punah adalah Orangutan. Keberadaan Orangutan tersebut di Indonesia yang hanya ada di Sumatra dan Kalimantan akhir-akhir ini sangat memprihatinkan akibat berkurangnya habitat mereka dan penangkapan liar untuk diperdagangkan. Jenis primata besar ini di dunia hanya ditemukan di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Orangutan Kalimantan dibedakan menjadi 2 anak jenis yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus dengan penyebaran dari Kalimanatn Barat sampai Sarawak dan Pongo pygmaeus wurumbii dengan penyebaran dari Barat laut Kalimantan antara sungai Kapuas dan Barito.
Orangutan termasuk hewan yang terancam kehidupannya di alam, dengan perkiraan total populasi sekitar 20.000 ekor. Degradasi dan hilangnya habitat merupakan ancaman paling besar terhadap spesies ini, walaupun perburuan untuk dimakan dan perdagangan liar juga menjadi masalah yang sangat besar. Akibat musim kemarau yang panjang dan kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia menjadikan ratusan ribu hutan hancur. Kawasan yang dilindungipun tidak lepas dari kerusakan ini, bahkan kurang lebih 95 % hutan dataran rendah di Taman Nasional Kutai telah terbakar pada tahun 1998. Hilangnya populasi orangutan dan habitatnya baik secara langsung atau tidak langsung menjadi bertambah parah.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Fakultas Kedokteran Hewan UGM menyelenggarakan Seminar Rehabilitasi dan Penyelamatan Orangutan dengan mengangkat topik Penanganan penyakit zoonosis pada Orangutan di alam, pusat rehabilitasi dan di penangkaran. Sebagai pembicara dalam seminar ini adalah Dr. Elizabeth Labes dari Institute of Parasitology, Zurich University, Switzerland mengupas masalah konservasi orangutan, drh. Heriyanto yang membahas karantina dan rehabilitasi dan Dr. Wisnu Nurcahyo mengenai penyakit pada orangutan. Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan orangutan telah dirintis sejak tahun 1999 oleh Dr. Wisnu Nurcahyo dari bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan UGM, dengan bekerjasama dengan berbagai pihak swasta dan universitas di luar negeri seperti Balikpapan Orangutan Survival (BOS) Foundation, The Gibbon Foundation, Zurich University, Brno University รขโฌโ Czeck Republic, Primate Research Institute (PRI) Kyoto University, Utrecht University dan CDC Atlanta USA, telah melakukan serangkaian penelitian di bidang penanganan masalah penyakit, perilaku, reproduksi, sosial dan konservasi pada orangutan. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan di habitat Orangutan di Hutan Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah mengenai penyakit infeksi pada orangutan. Untuk penelitian mengenai Parasite and Natural Antiparasite on Orangutan dilakukan di Taman Nasional Gunung Leusser, Sumatra Utara bekerja sama dengan Dr. Ivona Foitova dari Masaryk University dan UMI Saving Foundation, Czeck Republic dengan dana dari negara tersebut telah melibatkan beberapa mahasiswa S1 dan S2 Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Dari kerjasama ini terbuka kemungkinan bagi staf pengajar UGM untuk mengambil S3 di Cheko. Diharapkan dalam waktu dekat juga dilakukan beberapa penelitian mengenai malaria pada Orangutan dan masyarakat di sekitar habitat orangutan dengan dana dari BOS Foundation, Netherland, mengingat kasus ini sangat tinggi di Kalimantan Tengah.
Hingga saat ini banyak sekali ancaman-ancaman yang menimpa keberadaan oranguta. Ancaman utama diantaranya adalah hilangnya orangutan betina dewasa karena perburuan oleh manusia, hilangnya dan terpecahnya habitat akibat perambahan hutan untuk industri kayu, perumahan, areal pertanian, kebakaran hutan dan pembukaan daerah pertambangan. Kehilangan akibat perburuan dan atau perdagangan hewan peliharaan mungkin cukup besar. Di Taiwan saja tercatat 283 ekor orangutan yang tertangkap, kemudian beberapa saat yang lalu 53 orangutan diketahui diselundupkan ke Thailand untuk digunakan sebagai satwa hiburan.
Penyakit memegang peranan yang sangat penting dalam penurunan beberapa populasi yang menyebabkan terbatasnya beberapa populasi primata. Orangutan sangat mudah sekali terserang penyakit sama sama dengan manusia, sehingga beberapa penyakit infeksi yang ada pada manusia dapat diderita orangutan. Penyakit menular yang sering terjadi misalnya Tuberkulosis, Hepatitis, Scabies, Typhoid, infeksi saluran usus karena protozoa, bakteri, virus, infeksi saluran pernafasan. Penyakit-penyakit tersebut sering menyerang orangutan, apalagi untuk orangutan yang telah lama dipelihara atau kontak dengan manusia, sehingga apabila dilepas ke dalam areal dimana mereka berinteraksi dalam populasi yang lebih besar maka akan menyebar ke orangutan yang lain. Oleh karena penyakit merupakan salah satu ancaman yang paling besar terhadap kelangsungan orangutan, maka interaksi manusia dengan orangutan harus dihilangkan. Dengan demikian memelihara satwa liar ini dalam lingkungan manusia memungkinkan penularan penyakit orangutan ke manusia. Apabila satwa yang telah lama berinteraksi dengan manusia ini dilepaskan ke habitatnya di alam bebas, maka akan dapat menularkan penyakit-penyakit yang dibawanya ke orangutan lain di alam yang masih sehat.
Berbagai upaya telah dilakukan dalam upaya mempertahankan keberadaan orangutan di alam yang sejak tahun 1931 telah dilindungi melalui Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 233. Kemudian setelah itu diperkuat dengan SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991 dan Undang-undang No. 5 tahun 1990. Oleh IUCN status konservasi Orangutan dimasukkan sebagai terancam punah atau endangered.
Rehabilitasi orangutan merupakan suatu alat konservasi yang dilakukan di Indonesia dan Malaysia. Rehabilitasi adalah suatu proses dimana hewan yang ditangkap diberikan perawatan khusus dan bila perlu dilatih atau diberi pengamanan khusus supaya dapat bertahan hidup pada saat dilepas di alam bebas. Sejumlah besar orangutan masih terus disita oleh petugas dari Departemen Kehutanan sebagai langkah pelaksanaan kebijakan dari instansi ini. Diantaranya banyak yang masih merupakan bayi-bayi orangutan muda atau yang dalam keadaan sakit, cacat atau luka-luka. Individu sitaan tersebut selanjutnya dibawa ke beberapa pusat Rehabilitasi yang saat ini terdapat di Pusat Reintroduksi Orangutan, Samboja Wanariset, Balikpapan-Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Orangutan tersebut setelah dikarantina selama beberapa waktu kemudian diberikan perawatan medis dan jika perlu dilepaskan di suatu tempat. Di Pusat rehabilitasi Wanariset, hewan-hewan ini dimasukkan dalam kandang-kandang secara berkelompok selama beberapa bulan, kemudian sambil dilatih dan diawasi secara ketat terus menerus selama diperlukan sampai beberapa minggu, bulan atau tahun. Hewan ini dapat dikandangkan kembali bila terlihat tidak dapat menyesuaikan diri untuk hidup kembali di alam bebas.
Ancaman kelestarian orangutan yang demikian banyak tersebut di atas masih diperparah dengan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang masih memprihatinkan sehingga memaksa masyarakat melakukan perburuan satwa dan penebangan hutan. Untuk itu senantiasa diperlukan peran serta dari masyarakat itu sendiri dalam upaya perlindungan dan penyelamatan orangutan.
Panitia Seminar Rehabilitasi dan Penyelamatan Orangutan