
Kabupaten Kepulauan Anambas terus berusaha memaksimalkan potensi Sumber Daya Alam, khususnya di bidang pariwisata. Pengembangan pariwisata terus dikejar disamping potensi migas yang dimiliki.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Anambas, Dr. Masykur, ST, MM., berharap pengembangan dan pemanfaatan pariwisata ini dapat dilaksanakan secara terarah dan terukur. Dengan strategi semacam itu berbagai program kepariwisataan pun diharapkan dapat dilaksanakan secara terorganisir di semua stakeholder sehingga tidak terjadi tumpeng tindih.
“Karenanya dibutuhkan sebuah masterplan pariwisata yang nantinya akan kita legalkan menjadi sebuah produk hukum. Semacam peraturan daerah Kabupaten Kepulauan Anambas sehingga semuanya yang akan dilaksanakan menjadi legal formal dan menjadi aturan yang mesti ditaati. Dengan demikian, program pelaksanaan kepariwisataan di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat berjalan dengan baik,” katanya, di Pusat Studi Pariwisata UGM, Kamis (11/7) saat membuka Forum Group Discussion laporan Antara Masterplan Pariwisata Kabupaten Kepulauan Anambas.
FGD yang digelar merupakan hasil kerja sama Kabupaten Kepulauan Anambas dan Pusat Studi Pariwisata UGM. Dengan penyusunan masterplan pariwisata diharapkan dapat meminimalkan kesalahan-kesalahan atau kekurangan dari perencanaan pariwisata di Kabupaten Kepulauan Anambas.
“Kita berharap masterplan nantinya bisa dibawa kemana-mana dan menjadi dasar kita dalam pelaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan kepariwisataan Kabupaten Kepulauan Anambas,” ucap Masykur.
Hal senada disampaikan Prof. Baiquni sebagai salah satu anggota tim peneliti pengembangan kepariwisataan Kabupaten Kepulauan Anambas. Menurutnya, masterplan sebagai cita-cita yang dirumuskan dalam konsep dan strategi untuk mewujudkan realitas masa depan berdasarkan pengetahuan masa lalu dan masa kini.
Menurutnya, dengan masterplan mampu menjadi pengarah masa depan pembangunan pariwisata berdasarkan sejarah sosial budaya dan perkembangannya, karakteristik wilayah, sumber daya yang tersedia dan peluang-peluang yang dapat dicapai. Dengan masterplan pula menjadi panduan bagi segenap stakeholder untuk berperan serta, mengambil posisi dan bekerja sama mencapai sinergi lintas sektoral.
“Dengan masterplan bisa mengundang pendanaan dan alokasi pembiayaan pembangunan pariwisata dan sektor-sektor pendukungnya,” ujar Baiquni.
Peneliti lain, Wijaya, S.Hut., M.Sc menyebut Kabupaten Kepulauan Anambas terletak di sisi utara Kepulauan Riau, memiliki wilayah 98,73 persen berupa lautan, sedangkan dataran hanya seluas 1,27 persen. Kabupaten ini memiliki sebanyak 255 pulau membentang dari Pulau Tokongmalang Biru hingga Pulau Tokongbelayar.
Ada tiga jenis daya tarik wisata yang berkembang di daerah ini, yaitu wisata alam (78 persen), wisata budaya (20 persen) dan wisata buatan (2 persen). Secara topografi/ morfologi pulau-pulau kecil di Kepulauan Anambas tersusun sebagian besar oleh batuan granit sangat baik sebagai pulau-pulau kawasan konservasi dan pengembangan wisata bahari.
“Oleh karena itu, berdasarkan karakter perairan pantai dari gugusan pulau-pulau kecil di daerah ini, layak untuk dikembangkan wisata bahari atau ekowisata bahari,” katanya.
Sementara itu, Desta Titi Raharjana, S.Sos., M.Si menyebut Kepulauan Anambas sebagai The Best Exotic Tropical Islands in Asia. Kepulauan Anambas merupakan surganya wisata bahari di Kepulauan Riau.
Perairan Kepulauan Anambas dilewati jalur pelayaran Cruise International dan Regional, serta di kelilingi beberapa pelabuhan International Cruise Center sehingga tak kurang 108.785 wisatawan berkunjung ke daerah ini tiap tahunnya.
“Wisman berkebangsaan Singapura masih mendominasi kunjungan ke Kepri, terbanyak kedua wisman berkebangsaan Tiongkok,” ujar Desta.
Kepala Puspar UGM, Prof. Janianto Damanik, menambahkan untuk pengembangan wisata di Kabupaten Kepulauan Anambas memerlukan dukungan Sumber Daya Manusia. Sayangnya, sumber daya manusia di wilayah ini tergolong menengah, sebanyak 68 persen penduduk berpendidikan SD ke bawah dan 37,5 persen belum sekolah.
“Dan hingga tahun 2018 belum ada lembaga pendidikan tinggi di daerah ini sehingga warga yang akan melanjutkan pendidikan harus keluar,” imbuhnya. (Humas UGM/ Agung).