Kebanyakan investor berpandangan akan “membeli†sebuah perusahaan dengan pertimbangan laba perusahaan dimasa mendatang (future earnings) yang ada di dalam laba tahun berjalan yang dilaporkan oleh perusahaan. Kasus-kasus perusahaan multinasional seperti kasus Enron, World Com, dan Xerox merupakan contoh kongkrit berkaitan dengan permasalahan kualitas informasi laba. Permasalahan yang selalu muncul adalah apakah laba tahun berjalan (current earnings) perusahaan memiliki kualitas yang baik?
Demikian arti penting kualitas informasi laba dari produk pelaporan keuangan sebuah perusahaan, sebagaimana yang dikaji staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Gagaring Pagalung, SE., MS., Akt. Dia mengupas hal tersebut saat mempertahankan desertasi berjudul “Kualitas Informasi Laba: Faktor-Faktor Penentu Dan Konsekuensi Ekonominya†hari Sabtu (20/5) di ruang seminar Sekolah Pascasarjana UGM.
Menyadur pendapat Penman dan Cohen (2003) Gagaring mengungkapkan bahwa laba tahun berjalan memiliki kualitas yang baik jika laba tersebut menjadi indikator yang baik untuk laba masa mendatang, atau berhubungan secara kuat dengan arus kas operasi di masa mendatang (future operating cash flow). “Dengan demikian diharapkan pihak manajemen perusahaan mengelola dengan baik kebijakan akuntansinya agar laba yang dihasilkan memiliki kualitas yang tinggi sehingga aktivitas perusahaan dapat berlangsung terus menerus atau berkesinambungan (sustainable)â€, ujar Gagaring Pagalung.
Fokus penelitian yang dilakukan Gagaring adalah mengkaji kualitas informasi laba yang berbasis akuntansi. Kualitas informasi laba tersebut dapat digolongkan ke dalam dua golongan pengukuran, yaitu pertama pengukuran kualitas informasi laba yang berkaitan dengan kedekatan hubungan antara laba arus kas dan pengukuran yang berkaitan dengan daya prediksi laba tahun lalu terhadap laba tahun depan yang dihasilkan. Pengukuran kualitas informasi laba golongan pertama dalam penelitian ini adalah kualitas akrual (accrual quality) dan perataan laba (smoothness), sedangkan golongan kedua adalah persistensi (persistence) dan prodiktabilita (predictability). “Dalam penelitian ini dirumuskan pula pengukuran alternatif atau pengukuran baru kualitas informasi laba yang disebut kualitas laba faktorial yang merupakan penggabungan keempat atribut pengukuran kualitas informasi laba sebelumnya dari suatu analisis faktorâ€, ujar promovendus yang didampingi Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA selaku promotor dan Prof. Dr. Jogiyanto M. Hartono, MBA dan Dr. Gudono, MBA selaku ko-promotor.
Selain bermanfaat bagi para pemakai laporan keuangan, terutama investor, penelitian ini diharapkan mampu mengetahui pengukuran kualitas informasi laba yang paling relevan bagi perusahaan dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan sehingga laba perusahaan dapat berkualitas. “Selain itu, investor dapat menggunakan atribut-atribut kualitas informasi laba yang mana saja yang dapat digunakan dalam keputusan investasi di pasar modalâ€, tandas Gagaring Pagalung berharap (Humas UGM).