Sedemikian penting mengetahui faktor prognosis kanker. Karena dengan mengetahui faktor ini lebih sering memberi pengaruh besar pada hasil pengobatan. Namun begitu, sampai saat ini belum ada faktor prognosis yang benar-benar baku untuk semua penderita kanker payudara. Beberapa faktor prognosis seperti stadium, status kelenjar, besar tumor dan faktor-faktor lain akan selalu bertambah seiring majunya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikian pernyataan dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K).Onk., staf pengajar Bagian Ilmu Bedah FK UGM saat mempertahankan desertasi berjudul “Faktor Prognosis Kanker Payudara Operabel di Yogyakarta†hari Selasa (23/5) di ruang seminar Sekolah Pascasarjana UGM.
“Karena itu penting diteliti faktor-faktor prognosis kanker payudara di kota Yogyakarta, sekaligus menetapkan faktor paling bermakna yang berguna untuk penanganan penderita kanker payudara operable jenis duktal invasiv di Yogyakartaâ€, ujar Teguh Aryandono.
Dari penelitian yang dilakukannya terhadap 245 penderita kanker payudara operabel jenis duktal invasive di tiga rumah sakit di Yogyakarta (RS Sardjito, Panti Rapih dan Patmasuri) selama 10 tahun (1993-2003), data menunjukkan bahwa sebagian besar penderita usia kurang dari 50 tahun (52,6%), terbanyak di usia 40 – 49 tahun, datang sudah pada stadium IIA (klinis 47,2%, patologis 25,3%), metastasis kelenjar limfe positif (62,4%), ukuran tumor lebih dari 2 cm (81,4%), derajat diferensiasi buruk (52%), indeks mitosis tinggi (65,6%), reseptor estrogen positif (52,1%), reseptor progesterone negative (51,5%), ekspresi onkoprotein c-erbB2 positif (64,2%), ekspresi gen supresor tumor p53 positif (55,4%(, dan aktivitas proliferasi MIB-1 positif (69,9%).
“Dari data tersebut terlihat bahwa populasi kanker payudara di Yogyakarta menunjukkan tendensi prevalensi kearah umur yang lebih muda, dengan fenotipe dan genotype yang agresifâ€, lanjut Kepala Bagian/ SMF Ilmu Bedah FKU UGM/ RS Sardjito.
Dalam pandangan Ketua Panitia kanker RS Sardjito 1998 – 2003, bahwa kanker payudara usia muda memiliki gambaran lebih agresif dibanding usia tua yang ditunjukkan dengan lebih banyak kelenjar positif, ukuran tumor lebih dari 2 cm, lebih banyak tumor dengan kecepatan tumbuh tinggi, ekspresi onkoprotein c-erbB2 dan gen supresor tumor p53 yang tinggi pula.
Oleh karena itu, dibagian akhir Teguh Aryandono diantaranya memberi saran diperlukan standarisasi teknik operasi, pemeriksaan patologi dan imunohistokimia, dan diperlukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kondisi dan dosis terapi untuk penderita kanker payudara yang akan menerima terapi tambahan baik radiasi maupun khemoterapi.
“Karena sebagian besar kanker payudara masih dijumpai pada stadium lanjut lokal, maka diperlukan upaya deteksi dini yang lebih baik pada masyarakat untuk menemukan kanker stadium awal. Hasil pengobatan masih sangat tergantung pada stadium pada waktu tumor diketemukan. Penyuluhan tentang kanker masih diperlukan secara menyeluruh dengan melibatkan pemerintah, masyarakat maupun lembaga swadaya masyarakat bersama yayasan anti kanker Indonesiaâ€, tandas Promovendus menyarankan (Humas UGM).